Ini
mungkin adalah akhir, akhir dari penderitaan semu dalam tempaan disiplin militer
selama lebih dari satu bulan. Tapi akhir berarti awal dari sesuatu yang baru.
7
Desember 2015
Petang
itu saya dengan sebagian teman-teman angkatan berangkat dari Rindam Jaya menuju
bandara, sedang lainnya sudah berangkat dahulu kemarin dan sisanya menunggu
hari esok. Sore itu cukup mendebarkan sekaligus mengharukan. Hari dimana
akhirnya saya meninggalkan kota kelahiran, kota penuh hiruk pikuk yang saya
tinggali selama 21 tahun lamanya. Isak tangis pecah di antara kesibukan
mengurus banyak perlengkapan yang harus dibawa. Perjumpaan saya dengan
teman-teman angkatan mungkin singkat, terlalu singkat, hanya kurang lebih 40
hari. Tapi kebersamaan yang telah terbentuk cukup membuat saya pilu harus
berpisah begitu saja dengan mereka. Kami mungkin baru mulai begitu dekat dan
akrab ketika tiba-tiba harus berjuang terpisah. Teman-teman yang belum
berangkat mengantar kami menuju mobil tronton dengan pelukan dan jabatan tangan
yang entah kapan akan terulang. Petang itu kami berjanji untuk saling berbagi
cerita dua tahun mendatang.
Sepanjang
perjalanan saya menikmati lampu-lampu Jakarta malam. Menikmati yang tidak bisa
saya nikmati selama dua tahun ke depan. Bagaimanapun, seburuk apapun kota ini
adalah rumah saya. Dan rumah adalah tempat saya akan kembali. Ini bukan hanya
tentang meninggalkan Jakarta dengan segala kemudahannya. Yang lebih sulit dari
semua itu adalah meninggalkan mereka, orang-orang yang terlalu saya sayangi.
Ketika
sampai di bandara Soekarno-Hatta, keluarga saya datang untuk mengantar
keberangkatan. Disusul teman-teman yang sudah saya anggap keluarga juga datang
di detik-detik terakhir sebelum keberangkatan. Pertemuan singkat itu mungkin
tidak sesedih yang dibayangkan, karena rupanya saat itu rasa sedih saya
terlampau kalah dengan debaran jantung saya ketika membayangkan akan sampai di
tempat yang teramat jauh di sana.
Beberapa
saat sebelum keberangkatan juga akhirnya kami bertemu pendamping dari BPPSDM
Kementerian Kesehatan yang ternyata merupakan orang yang cukup berpengaruh
dalam program Nusantara Sehat. Ibu Irma namanya, kami mungkin tim paling
beruntung karena mendapat pembimbing se-care beliau.
Pukul
22.40 WIB pesawat yang saya tumpangi take off. Kalimat yang paling tepat
mungkin bukan selamat tinggal, tetapi sampai jumpa. Jadi sampai jumpa waktu
Indonesia Barat, sampai jumpa lagi Jakarta.
Setelah
dua kali transit di Bali dan Timika, akhirnya kami sampai di bandara Sentani,
Jayapura. Pertama kali menginjakkan kaki di bagian Timur Indonesia membuat saya
cukup takjub saat itu. Dari segi fasilitas mungkin bandara ini jauh
dibandingkan dengan bandara di Jakarta sana. Tapi ketika saya keluar menuju
teras bandara, yang saya lihat bukan ribuan kendaraan yang memadat melainkan
bukit yang terbentang dengan hiasan awan-awan di bagian puncaknya. Detik itu
batin saya berkata, “Fik, you’re gonna get a wonderful journey. Trust me.”
No comments:
Post a Comment
what do you think?