Bintang,
saat ini, detik ini aku tengah mengalirkan air mataku yang sepertinya belum ingin berhenti. Aku selalu ingin berusaha kuat, aku memaki, menjerit, memekik, meski kau tak suka. Namun seberapa kuatpun aku berusaha, aku adalah orang yang telah berkali-kali gagal menahan air mata. Aku tak pandai menyembunyikan isak tangis yang hampir selalu mewarnai pertikaian di malam sendu. Aku banyak menyakiti diriku sendiri dengan cara menyakitimu. Tapi, Bintang, aku tidak tahu bagaimana menghentikannya. Satu-satunya masalah besar yang kuhadapi adalah kesulitan mengontrol diriku sendiri. Aku rapuh, meski tak ingin sekalipun mengakui itu. Aku selalu menangisi diriku sendiri, menangisi keadaan, entah sampai kapan aku begini. Aku telah banyak mengalami kehilangan di dunia ini, lalu seakan tak ingin terjadi untuk yang ke sekian kali, aku tak ingin melepaskan segalanya sedetikpun. Bintang, kukira semuanya sejalan, tapi kini justru bertolang belakang. Aku selalu ingin bercengkerama meski tak tahu harus membicarakan apa, meski sulit membedakan sapaan awal dan akhir karena hanya satu patah kata itu yang aku lontarkan.
Bintang,
setiap amarah yang aku lontarkan, tak pernah sedikitpun merubah dan mengurangi rasa sayang ini padamu. Dalam setiap tetes air mataku, aku selalu berharap ia menetes pada bahumu, meski aku tengah menangisi kamu, kita, dan keadaan. Entahlah, sudah berapa banyak kekecewaan yang muncul. Setiap kali aku mendengar kata-kata yang terlontar dari mulutmu, aku merasa gagal, kemudian ketakutan itu muncul. Pernah sesekali aku berpikir untuk tak menghubungimu lebih dulu, bahkan ingin tak menegurmu satu hari saja, tapi tak pernah berhasil. Aku ingin kau memahaminya tanpa perlu kuperjelas, lalu menghampiriku dan bertanya apakah aku baik-baik saja? Atau hanya sekedar memerhatikan perubahan padaku meski hanya sedikit, karena setiap wanita pasti akan tersentuh. Atau ketika aku tak sanggup diam kemudian tiba-tiba mengusik ketenangan, sekali lagi aku ingin kau menghampiriku, meluluhlantakkan segala emosi yang bergejolak, menurunkan nada bicaraku. Aku ingin. Tapi keinginan hanyalah sebuah keinginan yang selalu berubah menjadi ego dalam pikiranmu. Keinginan tak akan pernah benar seperti aku yang selalu menyalahkan apapun mengenaimu.
Bintang, kau memang selalu ada meski kerap diselimuti awan. Namun salahkah aku yang menginginkan kehadiran sosokmu dalam nyata?
No comments:
Post a Comment
what do you think?