Monday, June 13, 2011

Monday Tragedy

Setiap siswa pasti pernah kena masalah kan sama guru? Dari yang anak-anak bandel (udah pasti) sampe anak baik sealim-alimnya sekalipun.

Nah inilah kali pertama (kayaknya ._.v) saya kena masalah sama guru di SMA.

Kisah ini bermula di hari pertama sekolah setelah selesai UKK (Ujian Kenaikan Kelas). Yap, hari ini, Senin, 13 Mei 2011. Emang dasar ya 13 -__-
Jadi ceritanya waktu dibagiin artikel penyakit biologi, punya saya sama dua teman saya nggak ada. Terus, kita disuruh nemuin bu Ayu. Nah udah deg-degan kan. Takutnya disuruh ngulang, sumpah takut banget. Mungkin sugesti kaya gitu yang terus menerus bikin seisi kepala saya cuma ada takut, dan takut. 
Waktu nemuin guru Biologi, beliau bilang punya saya ada sama guru Kimia. 
Nah disinilah semuanya bermula. Guru Kimia itu bilang gini, "Ini buat Ibu aja, ya?" Entah kenapa saya nanggepinnya kurang serius dan pengaruh sugesti tadi pun terjadi. Saya refleks bilang "Yah, jangan, Bu." Pikir saya, itu hanya sekedar gurauan, yang pada akhirnya akan dikembalikan ke saya. Tapi, entah kenapa semuanya berlanjut. Saya pikir, dua orang teman saya itu nggak bernasib sama seperti saya, alias, artikelnya dibalikin sama Guru Biologi. Taunya nggak juga! Tiba-tiba guru itu bilang "Yaudah, nih. Berarti kamu orangnya pelit. Udah keliatan kepribadiannya dari sini. Orang bisa menilai dari sini." 
Sadar kalo ini ternyata kenyataan dan bukan sekedar gurauan, saya cuma bisa diem dan sumpah ga tau mau ngomong apa. Yang pasti sakiiiiit banget rasanya.Guru itu ngelanjutin, "Kalo gitu Ibu nggak mau lagi bantu nilai kamu. Biar aja. Kamu kaya gini, apalagi sama guru sendiri. Nggak boleh kaya gitu, udah keliatan kepribadian kamu dari sini kalo kamu tuh pelit." "Berarti dia pelit orangnya." Lalu beliau tanya ke dua orang teman saya, "Kamu kalo ada guru nih, ya. Minta tugas kamu karena tugasnya bagus, kamu mau ngga?" begitu berulang kali. Mereka sama-sama jawab mau. Makin speechless saya dibuatnya. Sumpah saya sama sekali nggak ngebayangin kalo masalahnya jadi seserius itu. Ketika dua orang teman saya akhirnya ke luar ruang guru, saya tetap di situ. Ngejelasin kalo saya kira tadi cuma bercanda  terus dua orang temen saya itu emang dibalikin. Iya, sumpah saya kira guru itu cuma bercanda dan emang seharusnya itu dibalikin ke saya. Saya juga jawab kaya gitu sambil ikut bercanda maksudnya. Malah semuanya dianggep serius. Dibawa makin panjang. Sampe guru Biologi saya ikut dikomporin. Untung guru Biologinya baik, walaupun iya-iyain dan nanggepin, tapi nggak sejutek dan nggak nyakitin kaya gitu. Waktu saya berusaha minta maaf dan ngebujuk guru Kimia itu lagi, tanggapannya sama sekali negatif. Walaupun jujur, saya pengin nangis di situ, saya bisa aja langsung lari keluar dan nangis. Tapi saya tahan, saya nggak mau ada kesalahpahaman. Tapi nggak direspon positif semua itu. Dan akhirnya tangisan itu cuma bisa pecah setelah sampai rumah. 

Pengen banget rasanya ngelupain kata demi kata yang bener-bener nusuk hati itu. Tapi sulit. Saya tipe orang yang nggak bisa ngelupain sakit hati dan kekecewaan dengan cepat, walaupun terkadang saya berhasil menyembunyikannya. Memang kalo dipikir-pikir, nggak nyambung kalo nilai Kimia saya jadi jelek hanya karena artikel Biologi. Hanya karena sesuatu hal yang saya anggap awalnya hanya gurauan. Padahal kata guru Biologi saya beliau sengaja manggil kita mau tanya boleh diambil nggak artikelnya, kalau begitu "HAK" kita untuk menyetujui atau menolak. Toh, tujuannya kan untuk meminta persetujuan, bukan memaksa. Kenapa masalahnya harus dibuat serumit itu? Lagipula saya refleks ngejawab kayak gitu karena awalnya saya kira hanya gurauan, tapi mau seribu kali saya bilang ke orang-orang ataupun guru itu sendiri, mungkin nggak ada yang percaya. Tapi saya masih punya Allah, yang tau maksud dan isi hati saya. 

Dan masalah nilai, sebetulnya yang saya kejar di sekolah bukanlah nilai. Nilai hanya sebuah formalitas sekolah. Yang penting buat saya itu adalah sejauh mana saya bisa mengerjakan soal-soal itu. Kalo guru Kimia itu bisa bilang nggak mau bantu nilai saya, yang penting saya sudah buktikan pada diri saya sendiri bahwa saya sudah berusaha keras untuk membayar semua kegagalan saya. Meskipun awalnya saya remed dari "A sampai Z", toh akhirnya saya bisa membuktikan kepada diri saya, dan kepada guru itu bahwa saya BISA mengejar ketertinggalan saya dengan tuntasnya remedial dari "A sampai Z". Nggak mudah untuk dapat nilai melebihi KKM dan konstan tanpa gagal lagi pada remedia dari "A sampai Z". Di kelas saya mungkin hanya ada 2-3 orang yang berhasil. Saya termasuk di dalamnya, begitu juga dengan PRA UAS dan nilai UKK. Saya bisa membuktikan kepada semuanya bahwa saya bisa, saya bisa! Kalo toh akhirnya guru itu hanya memberi nilai ala kadarnya atau pas KKM di rapot saya, tidak menjadi masalah besar buat saya. Sekali lagi yang penting saya bisa membuktikan dengan nilai REAL dimana nilai itu dihitung berdasar jumlah benar soal yang bisa saya kerjakan. Bukan nilai rapor yang belum tentu REAL. Tapi kalo sampai saya tidak naik kelas hanya karena Kimia saya tidak tuntas di rapor, itu namanya keterlaluan. Saya sudah buktikan saya bisa memperbaiki nilai saya, saya punya bukti-bukti nilai REAL saya. Walaupun sebagus apapun nilai remedial saya, tetap yang tertulis hanyalah 75, tapi saya bisa mengukur seberapa jauh saya berusaha, seberapa banyak soal yang berhasil saya kerjakan.

Kalau hanya sekedar nilai di rapor, semua bisa dibuat, tergantung kembali lagi ke guru itu, kalau memang guru itu nggak pelit nilai, dia akan kasih bagus, tapi kalo nggak ya kebalikannya. Seperti nilai matematika saya, padahal nilai UTS semester ganjil saya bener-bener parah, tapi di rapor semester itu saya dikasih nilai 8. Saya bersyukur punya guru sebaik beliau. Dan saat itulah saya nggak mau menyia-nyiakan apa yang saya dapat. Saya juga nggak mau ngecewain beliau. Hal itu jadi motivasi saya buat terus berusaha. Saya harus membuat nilai itu menjadi nilai REAL saya. Akhirnya dengan semangat itu saya bisa mendapatkan nilai real saya. Meskipun saya baru bisa di akhir-akhir semester, tapi yang penting saya sudah berusaha, bukan sesuatu yang nol besar.

Begitulah cara saya menyemangati keadaan hati saya yang masih sangat sakit saat ini. Yang paling bisa menguatkan saya saat ini hanya Allah. Yang terpenting bagi saya, saya sudah mau bangkit, saya sudah mau berusaha dan berdoa. Sisanya saya serahkan sama Allah Saya yakin kok, apapun yang orang katakan, ketika Allah sudah berkehendak, nggak ada satupun yang bisa menghalangi. Dan saya yakin, Allah nggak akan mungkin membiarkan semua tangisan saya, keringat saya, usaha, kerja keras dan doa saya sia-sia. Apalagi Allah malu ketika membiarkan hambaNya yang memohon kepadaNya tetapi berbuah kosong. 

Apa yang ada di pikiran dan hati saya saat itu hanya Allah yang tau. Saya yakin berapapun persen yang ada di dunia ini bahwa Allah tidak akan mengecewakan hambaNya yang sudah berusaha dan berdoa. Dan saat ini, saya hanya bisa berserah diri sama Allah. Hasilnya pasti yang terbaik buat saya. Juga untuk sesakit apa hati saya ini, hanya Allah yang tau. Saya cuma bisa bilang itu sekarang. Mau saya dibilang pelit atau apalah, yang menilai saya bukan satu orang saja. Itu hak Ibu mau bilang saya seperti apa, sama seperti hak saya berpendapat seperti apa tentang semua ini. Yang pasti, hanya Allah yang tahu siapa saya. Lebih terpenting adalah saya sudah punya itikad baik untuk meminta maaf ketimbang harus mengikuti ego saya untuk lari keluar dan menangis. Rasanya sakit harus menahan tangisan itu disitu, saat saya nggak tau harus berbuat apa, harus bilang apa, karena apapun yang saya ucapkan nggak akan berarti apa-apa dan nggak akan merubah apapun. Makasih dan maaf, Bu. :')

2 comments:

what do you think?