Friday, January 6, 2017

Akhirnya Nge-Blog Lagi!

Hai, halo, Assalamualaikum!
Rasanya udah terlalu lama nggak nge-blog. Satu tahun, yups, lebih malah. Semua terhenti setelah aku menjadi seorang anggota Nusantara Sehat. Sebenernya mau jelasin panjang lebar tentang Nusantara Sehat sih, tapi entah kenapa akan lebih simple kalo aku nyaranin untuk searching di google yah. So, instead of aku jelasin itu, aku di sini mau mulai ceritain inti dari perjalanan aku selama menjadi Nusantara Sehat. Semoga bisa rajin nge-blog deh kalau ke kota. Oh iya, tempat tugas aku sekarang ini nggak ada sinyal, apalagi jaringan internet. Jadi, ngeblog cuma bisa dilakuin kalo lagi turun kota, at least sebulan sekali. Jadi, selamat membaca kisahku dari ujung timur Indonesia yang begitu kaya, Papua. :)

Akhir Merupakan Awal yang Baru

Ini mungkin adalah akhir, akhir dari penderitaan semu dalam tempaan disiplin militer selama lebih dari satu bulan. Tapi akhir berarti awal dari sesuatu yang baru.

7 Desember 2015
Petang itu saya dengan sebagian teman-teman angkatan berangkat dari Rindam Jaya menuju bandara, sedang lainnya sudah berangkat dahulu kemarin dan sisanya menunggu hari esok. Sore itu cukup mendebarkan sekaligus mengharukan. Hari dimana akhirnya saya meninggalkan kota kelahiran, kota penuh hiruk pikuk yang saya tinggali selama 21 tahun lamanya. Isak tangis pecah di antara kesibukan mengurus banyak perlengkapan yang harus dibawa. Perjumpaan saya dengan teman-teman angkatan mungkin singkat, terlalu singkat, hanya kurang lebih 40 hari. Tapi kebersamaan yang telah terbentuk cukup membuat saya pilu harus berpisah begitu saja dengan mereka. Kami mungkin baru mulai begitu dekat dan akrab ketika tiba-tiba harus berjuang terpisah. Teman-teman yang belum berangkat mengantar kami menuju mobil tronton dengan pelukan dan jabatan tangan yang entah kapan akan terulang. Petang itu kami berjanji untuk saling berbagi cerita dua tahun mendatang.

Sepanjang perjalanan saya menikmati lampu-lampu Jakarta malam. Menikmati yang tidak bisa saya nikmati selama dua tahun ke depan. Bagaimanapun, seburuk apapun kota ini adalah rumah saya. Dan rumah adalah tempat saya akan kembali. Ini bukan hanya tentang meninggalkan Jakarta dengan segala kemudahannya. Yang lebih sulit dari semua itu adalah meninggalkan mereka, orang-orang yang terlalu saya sayangi.
Ketika sampai di bandara Soekarno-Hatta, keluarga saya datang untuk mengantar keberangkatan. Disusul teman-teman yang sudah saya anggap keluarga juga datang di detik-detik terakhir sebelum keberangkatan. Pertemuan singkat itu mungkin tidak sesedih yang dibayangkan, karena rupanya saat itu rasa sedih saya terlampau kalah dengan debaran jantung saya ketika membayangkan akan sampai di tempat yang teramat jauh di sana.






Beberapa saat sebelum keberangkatan juga akhirnya kami bertemu pendamping dari BPPSDM Kementerian Kesehatan yang ternyata merupakan orang yang cukup berpengaruh dalam program Nusantara Sehat. Ibu Irma namanya, kami mungkin tim paling beruntung karena mendapat pembimbing se-care beliau.
Pukul 22.40 WIB pesawat yang saya tumpangi take off. Kalimat yang paling tepat mungkin bukan selamat tinggal, tetapi sampai jumpa. Jadi sampai jumpa waktu Indonesia Barat, sampai jumpa lagi Jakarta.



Setelah dua kali transit di Bali dan Timika, akhirnya kami sampai di bandara Sentani, Jayapura. Pertama kali menginjakkan kaki di bagian Timur Indonesia membuat saya cukup takjub saat itu. Dari segi fasilitas mungkin bandara ini jauh dibandingkan dengan bandara di Jakarta sana. Tapi ketika saya keluar menuju teras bandara, yang saya lihat bukan ribuan kendaraan yang memadat melainkan bukit yang terbentang dengan hiasan awan-awan di bagian puncaknya. Detik itu batin saya berkata, “Fik, you’re gonna get a wonderful journey. Trust me.”

Sunday, August 16, 2015

Akulah Si Buah yang Telah Ranum

Ah, rasanya udah lama banget nggak nulis tentang hal ini secara gamblang. Because I was never really sure before. Tapi, yang ini nyata. Ini nyata saya pendam dalam diam hingga berair mata. Saya nggak tau sih, kali ini benar atau nggak. Karena saya nggak pernah yakin dan tahu pasti kalau saya....jatuh cinta. Ah, rasanya sulit banget buat ngetik dua kata itu. Berkali-kali saya nolak itu, apalagi untuk bilang kalo saya bener-bener ngerasainnya. Bahkan sampai detik ini juga saya masih meragukan perasaan saya, jangan-jangan ini hanya rasa kagum biasa yang nggak pernah bisa saya artikan dengan jelas. Tapi kalau ini biasa kenapa rasanya tidak mau pergi, kenapa sampai berair mata?

Setahun sudah, iya setahun sudah semenjak saya mengenalnya. Setahun sudah saya menyimpan rasa yang nggak pernah bisa saya artikan dan selalu saya tolak. Saya hanya kagum. Begitu seterusnya saya selalu berpikir, dan rasa kagum itu ternyata belum pudar hingga detik ini. Bukan kagum fisiknya, sekali lagi saya bukan orang yang terfokus pada hal itu. Saya kagum dengan dirinya, dengan dia seutuhnya. Dia yang ramah, pintar, dan semua yang saya sukai juga dia sukai, hobinya adalah hobi saya juga. Baru kali ini saya bertemu dengan sosok sekomplit ini, sesama ini. Rasanya mungkin nggak akan habis pembicaraan kalau aja percakapan itu telah dimulai.

Lalu lalang kehadirannya tentu saya sudah biasa. Yang mungkin dari awal selalu membuat saya ge-er bukan kepalang, hingga akhirnya saya sadar begitulah dia...ke semua orang. Iya, semua orang. Rasanya aneh ketika kehadirannya membuat jantung saya berdegup lebih kencang. Meskipun hanya sekadar lewat tanpa mencoba menghampiri. Saya hanya bisa diam berharap, harapan yang seharusnya nggak boleh ada. Dan ketika beberapa kali harapan itu terbayar secara tiba-tiba, saya bahkan nggak bisa mendengar detak jantung saya sendiri. Terlalu bising euphoria dalam hati saya. Lalu setelahnya dia menghilang lagi. Menghilang dalam gegap gempitanya di ujung sana. Menjelajah bersama sang putik. Ya, sayalah si buah yang telah ranum, Tuan. Ini saya. Sayalah yang memendam serpihan serbuk sarimu diam-diam hingga ranum.

Rasa-rasanya saya nggak pernah sebodoh ini, mengaguminya begitu lama, mungkin ini yang pertama. Saya juga nggak pernah sebisu ini, menyimpannya dalam diam, yang mampu bicara hanya air mata saya. Bodoh bukan? Mana ada orang mencintai dengan tangisan? Saya nggak akan meminta kamu merasakan dinginnya tetesan air ini. Tapi bolehkah saya meminta satu hal? Tolong berhenti untuk bersikap seolah kamu adalah sosok yang harus saya kagumi. Tolong berhenti jadi orang yang begitu berkharisma.

Tuhan, maafin saya, saya hanya sudah nggak sanggup memendamnya sendiri.

Thursday, August 13, 2015

Happy Birthday, Ma!.





Dear Mama,


No matter how many times we argue, how many times I don't understand you, and how many times I get scolded by you, I still think that you are the best and will always be the greatest mom in the whole wide world. Happy Birthday!

Love always,
Your stubborn daughter.


P.S. I still can't say those words directly, but I swear I really mean it. Dulu aku bilangnya mau camping, padahal mau hiking, hehe tapi itu aku foto buat Mama. Yang penting kan emang ngecamp di gunungnya :P Oya, maafin juga suaranya fals, off beat terus hehe. 

Sunday, July 26, 2015

Finally, got a title behind my name!

Well, I........ finally got a title behind my name!

Alhamdulillah,
Nur Fikrianti, A.Md.Gz.

Pikiran saya melayang kembali pada tiga tahun yang lalu saat saya menuliskan "Nur Fikrianti, S.Gz." pada salah satu lembar notes saya. Memang, menjadi seorang ahli gizi bukan cita-cita saya, bukan impian saya. Sedari kecil saya mempunyai mimpi untuk menjadi seorang designer, entah interior designer, fashion designer, graphic designer, atau bahkan arsitek. Bahkan tidak pernah ada sebersit rasa di hati saya untuk terjun di dunia kesehatan, tidak seperti kebanyakan anak-anak lainnya yang bercita-cita menjadi dokter. Jujur, saat saya menuliskan nama dengan gelar S.Gz. dan menuliskan pilihan ilmu gizi pada pilihan SNMPTN saya pada waktu lampau bukanlah didasari oleh sebuah impian dan keinginan. Saat itu entah kenapa saya hanya berpikir bahwa jurusan gizi itu mudah dipelajari, hanya belajar berkaitan dengan biologi (pelajaran yang paling saya sukai di antara bidang IPA), belajar karbohidrat, protein, lemak, dan kawan-kawan, serta pikiran yang menyepelekan lainnya. Saya berpikir jurusan ini ringan, saya mungkin nggak perlu susah-susah belajar matematika, fisika, dan konon kata teman-teman saya gizi sekarang lagi ngetren. Konyol? Iya, sangat. Atas dasar itu saya pilih Ilmu Gizi IPB di bawah Arsitektur UI.

Singkat cerita akhirnya saya tiba di salah satu kampus kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta II dan memilih gizi yang merupakan jurusan terfavorit dan jurusan yang menurut saya paling oke di antara jurusan lainnya. Saat saya dinyatakan tidak lulus SNMPTN dan lulus Sipenmaru Poltekkes di hari yang sama, sama seperti pelajar lain yang tidak lulus saya masih belum bisa mengikhlaskan takdir yang digariskan. Hingga seorang teman menyadarkan saya dengan perkataannya "Wih, hebat keterima gizi, lo kan emang mau gizi juga kan pas SNMPTN?" Saya diam dan merenung, lalu mulai meluruskan niat saya. Menyadari bahwa nikmat Tuhan yang manakah yang ingin saya dustai? Meskipun bukan di tempat yang saya inginkan, tapi di sinilah saya sekarang dengan pilihan terbaik yang sudah Tuhan tentukan.

Belajar ilmu gizi tidak semudah yang saya pikirkan, bahkan betul-betul bertolak belakang dari pikiran saya. Terlepas ini karena kurikulum kampus saya yang bagaikan akademi militer, atau memang kuliah gizi serumit ini? Tiga tahun saya ditempa, bukan dituntut untuk paling pintar tentang gizi, tapi dituntut untuk menjadi seorang yang profesional. Soft skill lesson yang tidak akan saya dapatkan jika bukan karena kuliah di sini. Titik tertinggi dan titik terendah telah saya lalui di kampus ini. Dari awalnya selalu menangis di setiap Minggu malam karena harus memulai minggu perkuliahan, sampai saya bisa menemukan jutaan tawa di setiap sudut waktu-waktu saya di kampus. Dari selalu mengeluh sampai saya lelah mengeluh dan mendoktrin diri bahwa hari ini pasti berlalu, pun begitu seterusnya. Puluhan malam sudah saya lalui di selasar kampus demi tugas-tugas akademik dan non akademik. Ratusan hari berkualitas bersama teman-teman di luar kampus telah saya abaikan demi ratusan deadline. Saya bahkan pernah merasa masa muda saya telah direngggut oleh perkuliahan yang tak berperikemahasiswaan ini. Sampai ketika saya berhasil melalui tahun pertama dengan deraian air mata, tibalah saya pada masa semester tiga di mana semester tersantai yang ada (jangan bayangkan kuliah hanya 3 hari, dan pulang siang). Meskipun tetap kuliah 5 hari dalam seminggu, dan masih harus pulang sore di beberapa kesempatan, tapi entahlah semester 3 hanya ada 1 mata kuliah praktik di laboratorium, tidak ada mata kuliah dietetik dan kawan-kawannya, dapat IP tertinggi sepanjang perkuliahan, tidak ada latihan inaugur, tidak ada latihan English Performance Show. Di sinilah titik balik saya selama perkuliahan, teman-teman di kelas juga mulai berbaur, mulai terbuka, saya sudah mulai bisa menerima keadaan. Saya juga mulai memacu otak untuk berpikir positif. Lewat kuliah ini, saya tetap bisa menjadi seorang graphic designer dengan membuat berbagai media (poster, leaflet, pamflet,dll) untuk promosi kesehatan melalui mata kuliah Penyuluhan dan Konseling Gizi, saya bahkan tetap bisa jadi seorang arsitek sekaligus interior designer dengan membuat layout dan alur unit produksi makanan melalui mata kuliah Managemen Sistem Penyelenggaraan Makanan. Banyak hal yang membuat saya akhirnya sedikit demi sedikit menerima gizi sebagai bagian dari hidup saya. Dan tepat setelah semester 3 berakhir, semester 4 datang dengan segudang tugas yang mengharuskan pulang larut (LAGI) karena jam kuliah full hingga jam 4 / 5 sehingga hanya tersedia waktu mengerjakan tugas setelahnya hingga larut. Saya mulai terbiasa dengan keadaan ini. Saya mulai menganggap kampus adalah rumah kedua saya. Saya tidak banyak berpikir saat harus tinggal hingga larut di kampus. Saya hanya harus menjalaninya, menyelesaikannya. Sungguh suatu proses yang tidak akan pernah saya lupa.

Saya baru menemukan sebuah tujuan hidup setelah saya berada di jurusan ini, yaitu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Klise memang, setiap orang yang berbuat baik pasti akan bermanfaat. Entahlah tapi ini berbeda, seperti ada yang menggetarkan hati saya ketika melihat anak-anak kelaparan dan sangat kurus di Timur sana. Seakan-akan mereka melambai-lambai meminta tolong pada saya. Bahkan setiap orang yang hidup butuh makanan, selama itu pula ahli gizi dibutuhkan. Maka tidak salah Tuhan menempatkan saya di sini, karena sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat, dan salah satu amalan yang tidak terputus saat kita telah tiada adalah ilmu yang bermanfaat.

Kini, saya telah tiba di penghujung. Proses hingga ujian proposal telah saya lalui, segala jenis PKL telah saya tunaikan, hingga penelitian dan pengolahan data yang saya lakukan hanya dengan kurang dari satu bulan telah saya selesaikan, sidang akhir Karya Tulis Ilmiah telah saya taklukkan. Tiga tahun saya sudah berjuang, mengorbankan banyak hal, melalui proses tempaan soft and hard skill hingga menjadi pribadi yang lebih dewasa, lebih matang. Saya betul-betul merasakan bahwa kuliah bukan hanya demi gelar, bukan hanya demi nilai, tapi ini tentang menemukan cara berpikir, pendewasaan diri, dan proses belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik.


One step closer to graduation means one step closer to the real Nur Fikrianti, A.Md.Gz. It also means one step closer to Nur Fikrianti, S.Gz. Bismillah semoga Allah meridhai dan ilmu saya bermanfaat bagi semua orang.




Tuesday, June 2, 2015

Accidental Lesson

Kisah ini mungkin nggak akan sengetren kisah cinta-pupusnya Raditya Dika, dan well mungkin juga nggak se-hectic kisah di video pernikahan orang Kalimantan yang sempet geger waktu itu. Menurut gue, ini adalah kisah yang nggak perlu gue tutup-tutupin, bukan sesuatu yang memalukan untuk diceritakan. Ya, ini gue mau berbagi tentang kisah nyata yang terjadi bukan di novel, film, ftv, atau broadway, ini adalah kisah nyata dalam hidup gue.

Dateng ke nikahan mantan, was it too weird? Or it sounds disaster? Yes? No. Banyak orang di luar sana selalu berpikiran aneh, negatif, kalo ngebayangin mereka diundang dan dateng ke acara pernikahan mantannya. Oke, memang kalo keadaannya kita udah settle gitu lah udah punya pasangan, atau udah married, it might be not a very big problem ya kan. Tapi gimana kalo lo harus dateng ke pernikahan mantan lo yang lo udah pernah dikenalin ke keluarganya, yang lo pernah jatoh sejatoh-jatohnya dulu karena dia, yang meskipun udah putus selama 2 tahun tapi lo masih single dan di sana lo ketemu mantan lo yang lain dan ngebawa pacarnya, gimana? Mungkin ada yang cuek, but whyyyyy sebagian besar orang-orang malah mikir nggak bisa, ga kuat, ga ngebayangin bakalan sakitnya kayak apa, nyess banget pasti, ah nanti kayak di film-film nangis bombay, kayak video yang meluk mantan di nikahannya, blah blah blah whatsoever. Gue berbagi cerita ini buat ngebuktiin kalo apa yang terjadi di depan, nggak seburuk apa yang ada di pikiran lo, dan kalo manusia terlalu banyak dengerin suara setan. 

Well jadi gue ini udah putus sama mantan hampir dua tahun, dan selama itu status gue tetap single. So what's wrong with that word "single" sih? Gue nggak malu kok, emang apa yang bikin gue malu? Justru gue seneng gue jadi lebih mendekat sama Yang-Seharusnya-Dicintai. Gue bangga karena selama kurang lebih dua tahun gue bisa lebih berhasil ngejaga diri. Waktu awal putus, gue ya kayak cewek-cewek lainnya yang nangis berlebihan di dua hari pertama putus, lalu semakin bangkit setelahnya. Menurut gue, nangis adalah sesuatu yang wajar kok abis putus. Ya bayangin aja, kalo lo udah biasa sama orang tau-tau besoknya orang itu udah nggak ada, wajar kok kalo sedih. Gue menganggap putus adalah suatu pendewasaan diri, suatu pembelajaran buat diri kita biar buka mata kalo kita sebenernya udah dibangunin sama Tuhan dan ditunjukkin kalo dia bukan orang yang baik buat kita. Meskipun, proses penerimaan itu pasti ada dan suatu proses pasti butuh waktu. Gue akuin emang kalo kita udah terbiasa ngepoin orang itu, pasti bakalan susah berhenti, apalagi sekali udah ngepoin nemu sesuatu yang bikin tambah kepo. Jadi selama ini gue memang terkadang di saat nggak ada kerjaan suka ngepoin orang-orang dan termasuk mantan. Ini suatu kebiasaan yang sulit dihilangkan dan tidak patut ditiru sama sekali.

Oke jadi setelah selama dua tahun kita nggak pernah ketemu, gue sedikit tau tentang rencana dia mau menikah dari hasil kepoan dan orang-orang sekitar yang bilang sama gue. Perasaan gue saat itu? Flat. Nggak percaya? Normal kok. Orang-orang di luar sana juga nggak ada yang percaya. Jujur gue nggak kaget waktu tau itu, apalagi ada adek kelas yang bilang langsung ke gue. Karena dari kebiasaan gue lagi gue suka memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di depan dengan clue-clue yang ada. Jadi waktu tau doi beneran mau nikah dan udah nyiapin tanggal, ya perasaan gue semacam berhasil memecahkan mystery box gitu. Kayak "tuh kan bener dugaan gue!", walaupun tetap bertanya-tanya sih kok bisa bahkan waktunya lebih cepet dari prediksi gue karena ada suatu keadaan yang menurut gue kurang memungkinkan. Yaudahlah nggak usah gue bahas di sini biar kalian kepo :P

Orang-orang di luar sana selalu ngeledekin gue galau, sakit hati, patah hati ditinggal nikah. Sekarang, di mana sih letak galaunya? Gara-gara gue cover lagu-lagu melankolis di soundcloud? Emang gue suka genre slow acoustic gitu kok, so what? Suka nulis puisi-puisi di blog? Gue emang suka puisi, baca puisi, nulis puisi, itu hobi gue, then what? Nonsense. Justru ini gue lagi writer's block banget karena susah dapet inspirasi buat nulis puisi. Gue bisa lancar nulis puisi kalo lagi galau. Tapi buktinya isi puisi di blog gue mentah banget, dikit-dikit isinya. Itu pun gue sebenernya maksa sih selalu nyari fenomena alam yang bisa gue kaitin sama kehidupan gue yang lagi suka sama orang lah, yang perpisahan sama temen lah. Gue pun nggak bisa maksa orang-orang buat percaya sama gue, kan. Yang sebenarnya terjadi adalah mereka kemakan sama pikiran mereka sendiri. Mereka mikir dan ngebayangin kalo mereka jadi gue, sakit banget rasanya, dan lain-lain. Sebenernya gue kasihan sama mereka, kalo mereka jadi gue mungkin bisa acara nangis dua hari denger mantan nikah, atau berkaca-kaca dan hidung merah nahan nangis di acara nikahan mantannya, atau nangis-nangis meluk temennya di mobil karena hari itu mantan yang satunya lagi dateng bawa pasangannya, ya kan?

Sampai tibalah di H-1 acara pernikahan itu. Terus terang saat itu gue bingung mau dateng atau nggak. Gue nanya orang-orang terdekat yang gue percaya buat dateng atau nggak. Mereka nyaranin gue buat dateng, toh apa salahnya? Dan thanks God, none of them yang ngeremehin gue takut nanti gue ga siap, atau nggak kuat, atau apalah. Ya mungkin they know me so well kalo gue udah bener-bener mati rasa. Walaupun ada lah yang masih nggak percaya kalo gue ngerasa fine setelah dateng ke acara itu. Gue seperti biasa memikirkan banyak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dan nggak ada dari kemungkinan itu yang melibatkan perasaan gue, karena mau dikata apapun gue pastikan gue fine di sana. Jadi gue mikir, kalo gue dateng nanti perlu ngobrol nggak? pasti awkward. Terus nanti keluarganya bakal mikir apa ya tentang gue. Kalo gue nggak dateng malah gue takut dikira gue masih gimana-gimana gitu kan. Tapi balik lagi, undangan yang dikirim adalah atas nama grup ekskul, keputusan gue di hari H adalah dateng dengan rombongan. Kenyataannya, rombongan nggak ada kabar dan nggak jelas, waktu ditanya satu-satu pada nggak dateng. Akhirnya gue dan temen-temen gue mutusin untuk nggak dateng daripada gue dateng pasang-pasangan sama temen gue tanpa undangan personal. Semuanya lebih ke arah enak-nggak enak. Sore itu gue mutusin buat hang out sama temen-temen aja. Tapi entah lucky or unlucky ya, baru aja beberapa detik gue duduk di jok mobil, temen gue langsung berangkatin kita ke rumah si mempelai pria. Jadi, kondangan itu disponsori oleh accidental sampling. Ini semua ketidaksengajaan dan ketidaktahuan gue. Gue yang sama sekali nggak siap dengan pakaian gembel-nggak-layak-buat-kondangan-banget itu maksa temen gue buat puter balik, dan kekeuh nggak mau keluar mobil. Dalam perjalanan gue mikir lagi, bakalan super weird kalo gue ndekem di mobil, terlalu childish, mau dikata apa? 

Waktu gue turun mobil jujur gue nervous, deg-degan, apalagi dengan pakaian gue yang oh-so-odd banget gitu kan. Kalo tau mau dateng kan it's okay biar gue pake baju rapihan dikit. Ini bener-bener tanpa persiapan banget. Pas di dalem malah gue ngerasa gue yang bikin orang-orang di sana kaget dengan kedatangan gue. Guenya? Gue senyam-senyum nyengir-nyengir lucu ngeliat ekspresi orang-orang di sana. Seperti perasaan gue sebelum datang, rasanya biasa. Gue berhasil ngebuktiin kalo yang di ftv, novel, film, drama dan lainnya itu nggak bener. Gue kayak dateng ke nikahan temen aja, becanda-becanda, ketawa-ketiwi, ngucapin selamat, foto bareng, selfie. Lucu ngeliat ekspresi kaget pas ngeliat gue dateng, bahkan gue ngerasa gue dan temen-temen gue lebih ke ngerusuh sih, kayak dateng ke nikahan temen sebayaan aja. Rasanya malah lebih ke kocak ya, i don't know why. Makanya buat gue ini bukan sesuatu yang harus ditutupin, apalagi disedihin. Gue ceritain ini ke orang-orang, most of them tetep mikir gue nutupin perasaan sedih, dan mikir sebiasa-biasanya gue pasti ada perasaan nggak enak liat mantan nikah. Kalo dipikir-pikir iya sih ya, pasti ada lah ya, pastilah kayak climax banget gitu. Tapi ternyata kenyataannya nggak, cukup gue buktiin ke diri gue kalo mindset kayak gitu salah. Orang-orang mungkin nggak percaya, tapi pengalaman itu bikin diri gue percaya kalo sesuatu itu nggak seserem dan nggak sengeri apa yang kita bayangin. Toh buktinya gue ngerasa fine banget, kayak gue dan dia nggak pernah ada hubungan apa-apa sebelumnya. Entah gue tipenya kalo udah mati rasa ya mati banget atau emang ini beneran nggak seburuk apa yang orang pikir. 

Lucunya respon orang-orang waktu tau gue dateng mereka itu such "Fik pasti sakit banget ya" "Sabar ya, Fik" "gila kalo gue jadi lo gue marah banget sama temen lo" "terus lo kayak yang video itu nangis-nangis meluk mantan ga Fik?" "Kok lo kuat banget sih". Well, kalo gue ngerasa ini sesuatu yang membuat gue down dan memalukan ngapain gue cerita ke siapa aja sambil nyengir-nyengir. Tapi tetep ada orang yang ngeliat semuanya dari sudut berbeda, dari makna yang emang mau gue sampein lewat cerita ini. Kalo sesuatu itu nggak seserem apa yang kita bayangin. Mind set kita terlalu sering digiring kepada sesuatu yang berbau dramatis sampe akhirnya sesuatu yang seharusnya biasa aja jadi terlalu luar biasa dibuatnya. Gue berhasil ngebuktiin ke diri gue dan orang lain kalo dateng ke nikahan mantan was not a really big problem or thing that way too weird. Dari cerita ini gue mau ngebuka mata, hati, dan pikiran kita untuk nggak negative thinking sama diri kita sendiri dan apa yang akan terjadi di depan sana. So, keep your clean mind.


Sunday, May 24, 2015

It's supposed to be a daydream......

Hmmm boleh jujur nggak?
Jujur aja, ini adalah ketiga kalinya gue mau nulis tentang Solo. Sejujurnya, ada 2 draft postingan tentang Solo yang teronggok gitu aja di draft list blog gue dan isinya mayan panjang lah. Semoga kali ini kepost ya. :)

Kalo ngomongin Solo, gue nggak tau kenapa gue bisa seneng banget sama kota ini. Bukan, bukan karena gue PKL di sana. Oke, PKL emang bikin gue makin suka sama Solo. Tapi sejujurnya, gue suka kota ini sejak pertama kali gue kesana which is kelas 1 SMA. Well, kalo diceritain bakalan nambah panjang isi blog gue nanti. Yang jelas gue kesana karena adeknya nyokap gue tinggal di sana. Udah lama banget dari anak pertamanya masih kecil sekarang udah kelas 2 SMP, tapi gue baru sempet ke sana pas gue SMA. Sebenernya, kalo bilang Solo bukan juga sih. Rumahnya itu ada di Karanganyar, tetangganya Solo. Tapi jelas deket banget dan kalo mau kesana pasti lewatin kota Solo yang imut-kecil-menggemaskan hahaha. Ibaratnya kayak Jakarta dan Tangerang atau Depok lah. Mungkin karena gue yang keturunan Betawi, nggak punya kampung dan sekalinya pulang kampung itu ke Solo, ya gue seneng banget waktu sampe di Solo, seneng suasananya. Mungkin kalo rumah om gue di Jogja, gue akan lebih dulu jatuh cinta sama Jogja.

Lalu tibalah masa di mana gue harus PKL, dan alhamdulillah kesampean PKL di Solo. Akhirnya gue ke sana lagi, dan gue masih suka sama suasananya. Selama gue di sana, gue makin makin seneng sama kota ini karena gue ketemu sama orang-orang yang baik bahkan sangat baik di sana. Setelah ini gue bakal ceritain tentang orang-orang baik itu. Tapi, anyway gue seneng banget juga sama jalanannya yang anti macet, oke emang sih kadang macet, tapi ya itupun karena ada lampu merah atau kereta lewat.

Selama di sana boleh dibilang kerjaan gue ya 30% kulineran, 40% jalan-jalan, 20% PKL, dan 10% nonton film dan nyantai di kost. Sebenernya nggak banyak tempat wisata alam di Solo, makanya gue dari sebelum PKL udah nyarinya ya wisata kuliner. Dari akun instagram @soloculinary gue dapet banyak banget rekomendasi cafe-cafe lucuk dan murah meriah. Kerjaan gue kalo malem di kost ya searching alamat cafe-cafe itu sama temen sekamar gue (re: Vira), untungnya kita sama-sama satu prinsip niat nyari tempat nongkrong di IG kan gue jadi ga autis sendiri di kamar hahaha. Nah cafe pertama yang gue incer semenjak di Jakarta adalah Simply Cook Cafe yang lokasinya di belakang UNS. Cafe ini termasuk baru sih, tapi gue cocok dari segi apapun yang ada di cafe ini, makanannya ala-ala Italian gitu, terus konsep dekornya juga shabby chic semacam Nanny's Pavilon gitu tapi yang jelas dengan harga miring semiring-miringnya. Oh iya, selama di sana gue dan temen-temen gue sering banget istigfar. Istigfar karena harga makanan di cafe-cafe sana murah meriah. Gue bahkan sampe 2x ke Simply Cook. Terus pulangnya sholat di masjid UNS. Oh iya, pertama kali gue liat UNS waktu dijemput dari stasiun mau ke rumah Om Yanto, gue liat dari gerbangnya dan entah kenapa gue suka...banget. Gue jatuh cinta. Selain itu gue sempet sholat di masjid UNS yang lagi-lagi bikin gue makin naksir ini kampus dan nyesel kenapa dulu gue nggak milih sini waktu SNMPTN. Ya sudahlah.

Well, sekarang gue mau ngenalin dan nyeritain orang-orang yang baik, teramat baik di sana, yang selalu bikin gue kangen sama segalanya di Solo dan mau balik ke masa itu. Solo tanpa mereka, mungkin ga seindah Solo saat ini di kepala gue.

Teman-teman Poltekkes Jogja


Foto ini waktu pertama kali kita jalan bareng di Simply Cook. Susah banget ngajak mereka jalan, soalnya tiap libur mereka pasti balik ke Jogja yang selalu bikin kita iri. Kita pun kalo jadi mereka pasti bakalan sering banget pulang. Iya, andaikan Solo-Jakarta sama dengan Solo-Jogja. Mereka adalah orang-orang yang baiknya kebangetan. Mereka adalah partner PKL kita satu-satunya. Waktu awal PKL cuma ada Jakarta dan Jogja, basecamp hanya milik kami. Tapi sayangnya kita beda jadwal, mereka AGK (Asuhan Gizi Klinik) duluan, sedangkan kita SPM (Sistem Penyelenggaraan Makanan) duluan which isi beda bagian. Mereka di ruang rawat inap-rawat jalan, gue dan teman-teman Jakarta di Instalasi Gizi, tapi basecamp kami tetep sama. Mereka baiknya kebangetan, kenapa? Soalnya mereka bener-bener memfasilitasi kita yang tanpa persiapan banget. Mereka minjemin dan ngasih kita banyak hal, minjemin motor sampe-sampe mereka yang nganterin motornya ke kost kita, ngebolehin kita numpang nonton TV di kost mereka, ngebolehin kita numpang ngeprint dengan hanya membayar Rp 50,-. Gila kan? Gue juga syok dengernya. Mereka bilang, di Jogja ngeprint itu cuma Rp 150,- karena kita udah ngasih kertas jadi Rp 50,- aja. Malah awalnya disuruh gratis. Oiya, gue ga tau kalo kita disuruh bayar Rp 50,-. Soalnya si Rinta bilang bayarnya seket aja, gue pikir seket itu Rp 100,-. Ga taunya 50. Tapi karena nggak tega ya kita tetep bayar Rp 100,-. Oh iya, gue juga suka banget ngeliat kalo mereka ngobrol dan bercanda, lucu banget aja padahal gue nggak ngerti mereka ngomong apa, tapi gue berusaha ngerti hehehe. Gue juga belajar banyak bahasa Jawa dari mereka buat persiapan di AGK yang bakal ngomong banyak sama pasien.



Dua foto di atas ini setelah gue dan teman-teman Jakarta selesai presentasi akhir. Anak Jogja udah duluan presentasi tapi mereka tinggal revisian dan artinya mereka akan meninggalkan kita duluan. Rasanya sedih banget, kita cuma kenal sebulan, dan udah ngerasa sedeket itu. Bapernya keterlaluan deh pas mau ditinggal mereka. Kita mulai bareng-bareng tapi mereka pulang duluan, rasanya kayak udah kenal mereka lamaaaa banget. Ngerasa kehilangan banget dan sedihnya pasti bakalan jarang banget bahkan bakalan nggak ketemu lagi entah sampai kapan.



Dua foto di atas adalah ketika perpisahan di Hallo Solo Garden Resto. Mereka udah bolak-balik Jogja-Solo tinggal revisian. Nggak akan lupa saat kita plin-plan nentuin mau di lantai satu atau dua duduknya sampe ngerepotin mbaknya hehehe maapin mbak. Karena mereka baik banget, jadi gue sama temen-temen gue ngasih mereka kado dan itupun menurut gue ga sepadan sama kebaikan yang udah mereka kasih ke kita, yah seenggaknya bisa dijadiin kenang-kenangan. Eh, mereka malah ngasih kado balik dan suratnya bikin baper parah. Dan yang terbaper adalah waktu terakhir kali ketemu mereka. Mereka dateng ke Moewardi buat ngasih revisian di saat gue dan temen-temen tinggal 2 hari di sana. Tapi mereka baru bisa dateng lagi waktu kita udah balik ke Jakarta karena mereka harus survey ke desa. Sedih parah, dan kita meneteskan air mata bersama pas pelukan. Ah, sedih kalo diceritain mah. Pokoknya wajib reuniiiii! Simply Cook dan Hallo Solo menanti kita lagi guys! Kangen denger suaranya Rinta :p

Teman-Teman Poltekkes Banjarmasin dan Semarang



Waktu di pertengahan, datang lagi teman baru dari Semarang, dan waktu teman-teman Jogja mau pulang ada lagi yang baru dari Banjarmasin. Seketika basecamp jadi rame banget wiiiih seru banget sempit-sempitan di rumah tikus itu hihi. Dan foto di atas adalah pertama kalinya kita jalan bareng yeay. Malam itu adalah malam minggu terakhi gue dan temen-temen Jakarta di Solo. Sedih? Sedih banget. Pas banget ada acara SICF (Solo International Culinary Festival). Rame banget malam itu, konon katanya Presiden Jokowi mau datang, tapi gue nggak nyampe di penghujung acara. Di sana kita ketemu chef-chef yang lagi demo terus foto-foto deh sama mereka sampe diliatin sama semua yang dateng di situ karena kita heboh banget. Tiga kota jadi satu. Seneng banget bisa kenal temen-temen dari Gizi Poltekkes lain, jadi pengen ketemu sama Gizi Poltekkes se-Indonesia, pasti bakalan seru banget. Sejujurnya malam itu gue lagi nggak enak banget dan beberapa hari itu gue mual-mual tapi gue nggak mau ngelewatin kesempatan yang menurut gue langka banget itu sebelum akhirnya pulang ke Jkt. Daaan malam itu pecah banget deh, langsung berasa banget kalo itu malam minggu terakhir di Solo dan bentar lagi kita pulang. Rasanya jadi nggak mau pulang kalo setiap hari menyenangkan kayak gitu. Di tengah keramaian itu gue merasakan kesyahduan malam hari di kota Solo, mungkin berlebihan, tapi ini serius. Entah cuma gue atau yang lain juga baper ngeliatin suasana malam itu. Gue, nggak cuma gue, temen-temen gue juga ngerasa ketahan di sana, kenapa saat hari-hari terakhir di Solo malah banyak hal yang bikin baper, yang bikin nggak mau pulang, yang nyenengin banget, dan bakalan bikin susah move on. Kenapa nggak dari awal semenyenangkan ini? Mungkin bakalan puas banget kalo dari awal kayak gini, mungkin bakalan nyenengin banget kalo ada temen-temen Jogja saat itu, bakalan asik banget kalo temen-temen Bjm dan Smg datang dari awal dan bikin suasana seasik ini.

Ini posisinya di sebrang jalan SICF sama some of anak-anak Bjm. Ah, kangen.



Wefie di hari-hari terakhir di RSUD Dr. Moewardi, macem anak panti bersama pengasuhnya HAHAHA


Hari-hari terakhir kita yang biasanya langganan catering RS udah berenti, jadi rajin makan di foodcourt deh. Kayaknya ini makan terakhir di foodcourt bareng anak Bjm


Nah, here they are. Di sini adalah letak kebaperan selanjutnya. Ini malam terakhir kita di Solo. Jam H-beberapa jam berangkat ke stasiun. Bisa dibilang ini farewell dadakan. Sebenernya mereka ngajak nongkrong bareng yang terakhir, tapi kita nggak bisa karena harus lanjut packing dan nyiapin lain-lainnya. Dan taraaaaaa, surprise! Anak Bjm yang kost-nya nggak terlalu jauh dari kost kita dateng dan mereka masak makanan asli Banjarmasin plus nasi yang enak banget menurut gue apalagi yang ikan asem manis itu gue lupa namanya apa. Sumpah terharu banget! Bahkan ada kejadian si Donny ngasih kenang-kenangan terakhir buat Vira. Seru banget pokoknya mereka rame. Terus ternyata tau-tau Ita sama Eni, temen-temen dari Semarang dateng. Ternyata mereka tadinya berpencar nyari kost-an kita dan bbm pending nah mereka berdua nih yang akhirnya nemuin. Lagi-lagi bikin terharu. Yah sedih banget beberapa jam kemudian kita harus pulang. Nyebelin kan :( Seneng banget pokoknyaaa malem itu, seneng campur sedih sih tepatnya. Ah, sulit deh kalo digambarin pake kata-kata rasanya kayak apa, rasanya kayak ditarik buat nggak jadi pulang. See ya, kalian! Pastikan kita ketemu lagi di lain waktu ya :)


Ahli Gizi RSUD Dr. Moewardi





Meskipun kadang kita dimarahin karena telat ngumpulin tugas dan revisian, tapi mereka adalah orang tua kita yang baik selama di sana. Ada yang care banget kalo ada yang sakit atau luka, ada yang seneng becandaan, ada yang baiiik banget bantuin dan enak diajak curhat, ada yang nyaranin jalan-jalan sampe nyariin kontak mobil sewaan, ada yang lucu banget bikin kita ketawa. Walaupun sampe H-1 laporan kita belum selesai dikoreksi dan bikin kita stress karena takut mundur pulang padahal udah mesen tiket hehehe, tapi pada hari H semua kelar tepat waktu dan dapet tanda tangan. Terkhusus terima kasih banyaaaak banget buat bu Sri Mulyani yang bantuin banget waktu ngerjain kasus jadi revisiannya bisa cepet kelar hehehe, bu Eny yang juga bikin kita tenang dengan tanda tangan penelitian SPM kelar duluan, bu Lina yang perhatian dan lucu banget makasih bu kue ulang tahunnya :), bu Wiwik selaku pembimbing laporan besar yang ga tega sama kita dan mau ngasih acc saat hari H pulang, bu Netty yang lucu banget juga ringtonenya bikin mau goyang hehe dan yang udah nguji saya waktu kasus besar dengan sedikit revisian, bu Ismi yang baiiiik banget bantuin banget sebagai pembimbing HACCP dan mau denger keluh kesah kita, pak Henry yang suka ngajak cerita-cerita tentang almamaternya dia akademi gizi Jakarta yang sekarang poltekkes, pak Udin yang mendadak nyuruh penyuluhan tapi top banget sarannya biar kita nggak stress harus jalan-jalan ke luar kota, bu Atik yang udah nguji saya juga pas kasus besar makasih banyak bu revisiannya dikit, mbak Bonita yang mendampingi saya selama di Melati 1 dan nenangin saya waktu nangis karena pasien pulang hehe. Mereka luar biasa baik.

Keluarga Om Yanto




Nah kalo ini keluarganya Om Yanto. Jadi adeknya nyokap gue nikah sama Om Yanto yang orang Solo ini. Jadilah gue punya kampung :P. Pas awal kedatangan kita ke Solo, kita dijemput sama doi tengah malem gitu di stasiun Jebres. Terus juga karena kita belum dapet kost-an jadinya kita nginep deh satu malem di rumahnya Om Yanto yang di Karanganyar ini. Gue betah banget deh kalo kesana, pas udah lewat pasar Jambangan tuh suasananya asri banget kayak di puncak gitu. Ada suara air deres gitu kayak sungai, padahal itu selokan. Terus udaranya dingin, dan airnya dingin banget. Enak banget deh pokoknya. Kita berkali-kali ditawarin buat tinggal di sana aja nggak usah ngekos, tapi nggak memungkinkan ajaa. Andaikan rumah Om Yanto jaraknya kayak Moewardi - UNS sih gue mau tinggal di sana selama PKL. Jadi karena nggak memungkinkan yaudah deh kita nggak bisa tinggal di sana. Om Yanto juga yang nganterin ke Solo lagi buat nyari kost-an sama Pakde Joko. Terus setiap kita main ke sana pasti dibikinin pecel lele yang enaknya nampol banget, bikin laper kalo ngebayangin.

Pakde Joko dan Eyang Kamti




Kalo ini, Eyang Kamti dan Pakde Joko ini kerabatnya Vira yang juga baiknyaaa baik banget. Kalo Om Yanto dan Cing Gaya tinggalnya di Karanganyar yang agak jauh dari Solo, Eyang Kamti dan Pakde Joko rumahnya di Solo, tepatnya di Laweyan. Deket dari kost kita jadi Pakde selalu dateng jengukin kita. Pertama kali dateng di stasiun Jebres, kita sebenernya cuma janjian bakal dijemput sama Om Yanto, dan ternyata tiba-tiba ada Pakde Joko nunggu juga di stasiun tanpa bilang-bilang ke Vira dan kita semua kaget. Dari situlah kita tau ternyata Pakde Joko bener-bener penuh kejutan orangnya. Pakde ternyata juga udah nyariin kost-an tapi nunggu kita dateng biar bisa liat sendiri. Terus waktu awal ngekot pakde biasanya 3 hari sekali dateng buat bawain makanan, gorenganlah, martabaklah, peyeklah dan datengnya juga nggak bilang-bilang tau-tau assalamualaikum aja. Sebagai anak kost yang biasanya malem-malem kelaperan, kita sangat amat bahagia hahaha. Pakde juga yang jadi tour guide kita kalo mau jalan. Bahkan Pakde suka sms bangunin kita buat CFD-an. Iya, di Solo juga ada Car Free Day, asik kaaan. Kita juga kalo nanya apa-apa ke Pakde, Pakde tau semuanya. Gue juga heran, padahal doi nggak ngakses internet. Internet kalah deh sama Pakde. Waktu di kost-an baru, Pakde pernah ngasih serabi Solo Notosuman yang enaknya parah banget. Anget-anget gitu dalemnya meleleh, duuuh. Dari situ gue tau kalo serabi Solo itu ENAK BANGET PARAH!



Nah Eyang Kamti juga nggak kalah baik, baik banget. Selalu nyuruh kita nginep tapi kita nggak pernah sempet hehehe. Eyang Kamti udah kayak nenek sendiri yang nganggep kita kayak cucunya juga pokoknya disayang banget sama Eyang Kamti. Terus deket rumah Eyang Kamti ada bakso yang enaknya nampol, gue rasa itu 90% daging, 10% nya bumbu surga hahaha kayak gaada tepungnya kayak daging semua enakkkk banget. Setiap kali kita kesana selalu dipesenin bakso itu. Eyang Kamti juga menurut gue awet muda banget, gue lupa umurnya berapa yang jelas udah tua banget tapi mukanya masih muda. Gue salut banget sama Eyang Kamti yang tetep mau kerja di usianya yang sekarang. Beliau pernah kena stroke dan sembuh, dan beliau orangnya aktif karena katanya kalo di rumah terus pasti stress penyakit gampang dateng.


Ini foto waktu kita ke Tawangmangu sama Pakde. Selama di Solo setiap kali kita jalan-jalan jauh selalu ada Pakde yang tau segalanya, nemenin kita dan sebagai tour guide kita. Sebelum ke Tawangmangu kita ke Gunung Kidul dan Jogja sama Pakde, dua hari kemudian karena rumah Om Yanto deket sama Tawangmangu akhirnya kita mutusin ke Tawangmangu naik motor hahaha. Pakde yang memotivasi kita. Awalnya gue nggak berani karena Syifa nggak biasa naik motor apalagi sampe ke gunung gitu. Tapi kata Pakde pelan-pelan aja, sayang banget kalo nggak nyempetin kesana. Akhirnya kita setuju buat ke Tawangmangu dan sampailah kitaaaaaa. Nah perjalanan pulang dari Tawangmangu itu bagusnya masyaAllah, beda sama jalanan pergi. Kalo jalanan pergi kayak ke Puncak gitu, pas pulang lewat jalan lain yang bener-bener samping kanan kiri bukit-bukit gitu keren deh pokoknya sampe malem-malem di jalanan gitu luar biasa lah standing applause juga buat Syifa Jebres-Tawangmangu-Jebres hauahhaha. Pakde juga yang nemenin ngurus keperluan pulang kita, ngirim barang, beli oleh-oleh daaan banyak lagi.

Kerabat Kost-an Mbak Dian



So, we call them kerabat kost-an. Entahlah, nama grupnya begitu :D
Mungkin agak aneh ketika ngeliat mas-mas yang pake jaket UNS itu. Ceritanya agak konyol sih dan menurut gue menarik buat diceritain. Jadi mereka ini adalah temen, bukan temen sih, apa ya susah juga disebutnya, mungkin kakak? hahaha. Semuanya bermula dari ketidaknyamanan kita di kost-an yang lama. Banyak banget keluhan yang nggak perlu gue ceritain lah di sini, yang jelas kita ngerasa kita harus pindah. Setelah nyari-nyari sana-sini akhirnya kita nemu kost-an yang menurut kita paling cocok dari segi tempat, lingkungan, harga dan pemilik kost-annya. Akhirnya setelah 1 bulan kita ngekost di tempat lama, kita mutusin buat pindah. Meskipun agak lebih jauh ke RSnya, tapi masih bisa ditempuh dalam hitungan 5 menit dengan jalan kaki tanpa mampir. Kebayang kan kost-an yang lama deketnya sedeket apa? hahaha. Gue seneng banget di sana karena pemilik kost-nya sangat ramah dan welcome banget. Bener-bener sosok yang nggak gue temuin di kost-an yang lama. Gue nyesel kenapa kita nggak dari awal di sana. Lebih nyesel setelah ketemu mas-mas ini. Jadi posisi dua kamar kost ini di bagian luar, sedangkan mas-mas itu agak kedalem. Kebetulan juga cuma dua kamar yang kita tempatin ini yang kamar mandinya di dalem. Sedangkan kamar mandi, ruang tv dan lainnya ada di bagian dalem, jadi ya kita jarang banget ke dalem dan jarang banget bercengkerama sama mas-mas ini karena kita jarang akses ke dalem. Kita juga nggak pernah nonton tv karena nggak enak hehe. Jangankan tv, jemuran yang ada di dalem aja kita akhirnya minta di belakang rumahnya Mbak Dian karena nggak enak. Mas-mas yang tiap hari lewatin kamar kita ini juga paling sekadar nyapa aja kalo ketemu kita di luar. Pernah dulu pas kita baru pindahan, mas Faiz nyamperin Syifa dan Nadwah ngajak kenalan dan nanyain perlu bantuan atau nggak. Wah, baik nih punya tetangga buat bersosialisasi nggak kaya di tempat lama yang berasa cuma kita penghuninya. Gitu kan kita mikirnya. Ternyata nggak berlangsung lama, abis itu mas Faiz juga kalo ketemu kita tampangnya jutek-jutek gimana gitu hahaha nggak ngerti sih karena apa, mungkin karena kita terlalu berisik sampe malem. Yang tadinya gue pikir kita bakalan akrab gitu ternyata nggak. Kita numpang masak mie juga mereka sekadar ngebantu aja, kita nggak ngobrol atau apa gitu. Akhirnya kita makin ngga enak dan yang tadinya mau patungan galon jadi ngga jadi deh hehehe.

Agak aneh sih, kita satu kost-an tapi kayak orang asing banget. Mereka juga lebih sering main sama temennya yang dateng dari luar. Sampe akhirnya waktu itu pas mati lampu, mas Hadid ngetok kamar kita dan tau-tau nanya "Mbak, besok ada acara ngga?" Gue kaget lah. Intinya dia ngajakin jalan gitu besok. Terus abis ngajakin jalan, mereka pergi dan ngasih lilin ke kita. Ngeselin kan kenapa ga ngajak kita keluar sekarang aja ini kan mati lampu enak banget mereka bisa pergi sesukanya punya motor heu. Tapi, sodara-sodara.........H-7 pulang, mereka baru ngajakin kita main. Kemana aja selama satu bulan ini? Lagi-lagi bikin kita mikir kenapa harus di hari-hari terakhir ada pengalaman menyenangkan kayak gini yang bakalan bikin kita susah ngelupain Solo? Selama satu bulan kita kayak orang asing di sana, baru hari itu kita kenal sama mereka. Lucunya, pas besok mau jalan Mas Tomo nanyain udah pernah kemana aja, terus ngajakin kita ke Kalimilk. Padahal, kemarin itu pas ke rumah Eyang kita ngelewatin Kalimilk dan gue pengen banget ke sana, karena gue pikir cuma ada di Jogja ternyata ada di Solo juga. Pas banget kan, dreams came true, thanks to Mas Tomo.

Tibalah kita di hari H, awalnya gue udah mikirin kita bakal krik-krik nggak sih, mau ngomongin apa coba? Nggak ada topik bahasan banget kan. Terus pas mau berangkat Mas Faiz tau-tau nyuruh kita bawa uno, rupanya dia tau kalo kemarennya kita abis main di teras. Thanks to uno, malam itu nggak krik-krik. Lagi dan lagi gue ngerasa cepet banget akrab sama mereka, ternyata nggak cuma sama temen-temen PKL aja yang gampang akrab, sama mereka juga. Entah kenapa gue ngerasa punya chemistry yang luar biasa sama orang-orang selama di Solo. Terus ada yang gue salutin lagi dari mas-mas UNS ini, oke gapapa kan ya gue sebut UNS soalnya mereka typical banget kemana-mana pake jaket UNS, cinta banget kayaknya. Oh iya, yang gue salut, mereka tau-tau pas nyampe langsung ngumpulin ponsel mereka di tengah meja, dan mau nggak mau kita ikutan. Salut campur haru sih hahaha. Salutnya mereka bener-bener ngejalanin "quality time" dengan nggak sibuk sama gadgetnya, sebenernya kita juga gitu sih pas jalan sama anak Jogja, tapi gegara mau update di path jadi diambil lagi deh hahaha. Harunya karena gue ngerasa mereka menghargai kita, meskipun baru kenal sama kita tapi mereka nganggapnya seakan kita temen mereka dari lama yang harus diluangkan quality timenya. Gue ngerasa nyambung main sama mereka, mereka asik dan gue ngerasa mereka udah kayak kakak-kakak kita sendiri. Oh iya, malam itu gue baru tau mereka dua tahun di atas kita, mereka juga baru tau kita lebih muda dua tahun. Dan juga, gue baru tau ternyata penghuni kost-an itu cuma 4 orang cowok ini, gue pikir banyaaak banget. Soalnya kalo malem hampir selalu rame, ternyata itu temen-temen mereka. Kalo tau mereka cuma berempat kenapa rasanya dari dulu susah banget buat ngobrol dan main selayaknya tetanggaan. Mereka juga kaget waktu tau kalo kita tinggal seminggu lagi di sini. Mungkin mereka juga berpikir, kenapa nggak dari dulu aja main bareng, mungkin hahaha. Ternyata saking nyambungnya kita, main uno sampe Kalimilknya mau tutup, jam 11an kalo nggak salah.

Nggak berapa lama, H-1 kita pulang mas-masnya ngajak jalan lagi. Kali ini mas Dul yang ngomong. Katanya, mau main lagi ngga sebelum kalian pulang. Pas dibilang gitu rasanya sedih deh, baru kenal, baru asik, udah perpisahan heu. Kali ini kita diajakin ke rumah makannya Mbak Dian yang punya kost. Ternyata tempatnya lucu dan asik banyak lampu warna warni gitu, semacam angkringan gitu makanannya. Terus ada fasilitas karaokenya gitu. Lagi-lagi kita main uno hahaha, emang cuma uno penyelamat ke-krik-an ini. Dan yang kalah karaokean. Kita cuma sampe jam setengah 12an di sana, dan seakan nggak mau malam itu segera berakhir, kita lanjutin main uno di teras kost-an hahahahahahaha. Tapi lama-lama nyebelin sih mas Hadid membeberkan fakta-fakta horror seputar kost-an, dan dia nyaranin kalo udah jam segini mendingan nanti tidurnya jam 3 aja pas sepertiga malem. Nggak tau itu dia nakutin apa emang karena nggak mau udahan main unonya hahaha. Mereka juga bikin kita tetep bertahan dengan bilang ini kan malam terakhir kalian di sini yeuh baper deh.



Ini perpisahan kita sama mereka di stasiun. Sedih kalo liat foto candid yang bawah. Pakde emang paling jago candid deh. Mereka nganterin kita ke stasiun, tapi yang ini gue rasa nggak sengaja sih. Jadi pas terakhir jalan, mereka nyaranin dianterin mereka aja ke stasiun terus barangnya pake taxi. Karena takut ngerepotin, kita belum ngeiyain, terus juga kirain Om Yanto bisa dateng nganterin kita. Ternyata ada acara di sana jadi nggak bisa nganterin deh. Jadi kita cuma dibantuin Pakde. Terus mas-mas itu malah pergi nongkrong pas kita mau pamitan sama bapak kost sekalian mau siap-siap berangkat. Yah, yasudahlah nggak bisa pamit juga deh sama mereka. Terus gue lupa masih punya utang sama mas Faiz pas makan kemaren hahahaha. Lantas, gue inget kayaknya Mas Dul ngga ikut pergi dan baru pulang pas mereka berangkat nongkrong. Gue panggil berkali-kali nggak ada yang nyaut sampe akhirnya Mas Dul keluar dengan tampang bangun tidur. Gue bilang kita masih punya utang mau nitip ke Mas Dul aja, tapi dia nggak tau dan sms Mas Faiz. Ternyata nggak lama mereka bertiga dateng. Gue kaget, nggak tau ini ketidaksengajaan atau apa. Akhirnya mereka nganterin kita ke stasiun. Pas perjalanan ke stasiun, gue liat bulan yang gede katanya sih supermoon. Tapi untung Mas Dul nggak baper ngasih liat bulan, jadinya gue nggak baper di tempat deh. Tetep sih, pulangnya gue ngeblog tentang bulan itu di postingan sebelum ini huahahah.

Ada yang lucu di sini, nggak ada dari kita yang minta kontak, baik dari mereka maupun kitanya sendiri. Jadi bisa dipastikan kita bakalan lost contact. Yaudah, mereka cuma temen sekilas aja, temen yang ada di 7 hari sebelum pulang yang nitipin satu dari banyak kenangan tentang Solo. Waktu gerbang masuk peron dibuka, kita masuk lalu mereka dan Pakde pulang sambil dadah-dadah. Di situlah awal dari kebaperan terparah. Kita dengan setumpuk koper dan barang berdiri di peron. Tau-tau satu nangis, dua, tiga, semuanya nangis kecuali Koko. Apa-apaan. Satu baper semua baper. Sedih, sedih banget. Mereka, orang-orang yang masuk dalam orang-orang baik selama kita di Solo cuma ada sementara aja. Mereka baik banget, mereka udah kayak kakak kita sendiri dalam waktu singkat kita bisa ngerasa kayak gitu. Mereka baik, sebaik orang-orang yang gue temuin di sana, tapi kita mungkin nggak pernah ketemu mereka lagi selamanya tanpa kontak. Seketika semua nyesel nggak ada yang minta kontak. Entahlah, apakah orang-orang itu juga nyesel, kayaknya sih enggak. Kitanya aja yang terlalu baper. Gue, terutama sedih banget ngeliat mereka termasuk Pakde balik badan dan pulang. Pakde baiiiik banget ya Allah, gue cuma bisa doain Pakde selalu diberkahi Allah karena kebaikannya itu. Gue nggak tau ada orang sebaik itu. Dan kita nggak ngasih apa-apa ke beliau. Bahkan pas gue nulis ini gue netesin air mata. Pokoknya Pakde baik banget, baiknya kebangetan.



Tapi, siapa sangka kalo akhirnya ada grup "Kerabat Kost-an Mbak Dian" di kemudian hari hahaha panjang lagi kalo gue ceritain.


Postingan blog ini gue dedikasikan kepada mereka, orang-orang yang luar biasa baiknya. Ini yang bikin gue sulit banget move on dari Solo. Mereka semua yang bikin segalanya semakin berwarna di akhir-akhir kehidupan gue di Solo. Yah, walaupun kesel sih kenapa harus pas akhir-akhir. Ya mungkin bener kalo semuanya indah pada waktunya, setidaknya happy ending kan kisah di Solonya. Walaupun kebaperan akhirnya membuat air mata gue netes terus selama perjalanan pulang. Di hari kepulangan itu gue ngerasa semuanya kayak mimpi, cuma mimpi. Malam itu gue masih di kost-an dengerin Thinking Out Loud, masih ketemu anak Bjm dan Smg ketawa-ketawa ngobrol, masih becandaan juga sama Pakde dan mas-mas kost-an. Tiba-tiba beberapa jam kemudian gue sampe di kereta sambil berair mata, gue tidur, dan pas bangun gue udah bukan di Solo. Mendadak semuanya hilang, jauh. Rasanya kayak kebangun dari mimpi, mimpi yang indah banget. Mimpi yang bakalan sulit buat ketemu mimpi yang sama, dan cuma bisa ketemu mereka lagi kalo balik ke mimpi itu. Tapi mimpi nggak mungkin bisa kembali. Yah baper kan, itulah pokoknya berasa cuma mimpi. Semuanya terlalu singkat dan menyenangkan buat nyebut itu kenyataan. Sekarang gue udah bangun dari mimpi dan kembali ke kenyataan.


Gue bakalan seneng banget kalo gue bisa ketemu mereka lagi dalam satu waktu yang sama, kayak dulu.

Lagu ini, juga gue dedikasikan untuk mereka :)




P.S. Sebenernya mau cover Thinking Out Loud biar berasa atmosfer Solonya, tapi belum kesampean :P