Sunday, July 26, 2015

Finally, got a title behind my name!

Well, I........ finally got a title behind my name!

Alhamdulillah,
Nur Fikrianti, A.Md.Gz.

Pikiran saya melayang kembali pada tiga tahun yang lalu saat saya menuliskan "Nur Fikrianti, S.Gz." pada salah satu lembar notes saya. Memang, menjadi seorang ahli gizi bukan cita-cita saya, bukan impian saya. Sedari kecil saya mempunyai mimpi untuk menjadi seorang designer, entah interior designer, fashion designer, graphic designer, atau bahkan arsitek. Bahkan tidak pernah ada sebersit rasa di hati saya untuk terjun di dunia kesehatan, tidak seperti kebanyakan anak-anak lainnya yang bercita-cita menjadi dokter. Jujur, saat saya menuliskan nama dengan gelar S.Gz. dan menuliskan pilihan ilmu gizi pada pilihan SNMPTN saya pada waktu lampau bukanlah didasari oleh sebuah impian dan keinginan. Saat itu entah kenapa saya hanya berpikir bahwa jurusan gizi itu mudah dipelajari, hanya belajar berkaitan dengan biologi (pelajaran yang paling saya sukai di antara bidang IPA), belajar karbohidrat, protein, lemak, dan kawan-kawan, serta pikiran yang menyepelekan lainnya. Saya berpikir jurusan ini ringan, saya mungkin nggak perlu susah-susah belajar matematika, fisika, dan konon kata teman-teman saya gizi sekarang lagi ngetren. Konyol? Iya, sangat. Atas dasar itu saya pilih Ilmu Gizi IPB di bawah Arsitektur UI.

Singkat cerita akhirnya saya tiba di salah satu kampus kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta II dan memilih gizi yang merupakan jurusan terfavorit dan jurusan yang menurut saya paling oke di antara jurusan lainnya. Saat saya dinyatakan tidak lulus SNMPTN dan lulus Sipenmaru Poltekkes di hari yang sama, sama seperti pelajar lain yang tidak lulus saya masih belum bisa mengikhlaskan takdir yang digariskan. Hingga seorang teman menyadarkan saya dengan perkataannya "Wih, hebat keterima gizi, lo kan emang mau gizi juga kan pas SNMPTN?" Saya diam dan merenung, lalu mulai meluruskan niat saya. Menyadari bahwa nikmat Tuhan yang manakah yang ingin saya dustai? Meskipun bukan di tempat yang saya inginkan, tapi di sinilah saya sekarang dengan pilihan terbaik yang sudah Tuhan tentukan.

Belajar ilmu gizi tidak semudah yang saya pikirkan, bahkan betul-betul bertolak belakang dari pikiran saya. Terlepas ini karena kurikulum kampus saya yang bagaikan akademi militer, atau memang kuliah gizi serumit ini? Tiga tahun saya ditempa, bukan dituntut untuk paling pintar tentang gizi, tapi dituntut untuk menjadi seorang yang profesional. Soft skill lesson yang tidak akan saya dapatkan jika bukan karena kuliah di sini. Titik tertinggi dan titik terendah telah saya lalui di kampus ini. Dari awalnya selalu menangis di setiap Minggu malam karena harus memulai minggu perkuliahan, sampai saya bisa menemukan jutaan tawa di setiap sudut waktu-waktu saya di kampus. Dari selalu mengeluh sampai saya lelah mengeluh dan mendoktrin diri bahwa hari ini pasti berlalu, pun begitu seterusnya. Puluhan malam sudah saya lalui di selasar kampus demi tugas-tugas akademik dan non akademik. Ratusan hari berkualitas bersama teman-teman di luar kampus telah saya abaikan demi ratusan deadline. Saya bahkan pernah merasa masa muda saya telah direngggut oleh perkuliahan yang tak berperikemahasiswaan ini. Sampai ketika saya berhasil melalui tahun pertama dengan deraian air mata, tibalah saya pada masa semester tiga di mana semester tersantai yang ada (jangan bayangkan kuliah hanya 3 hari, dan pulang siang). Meskipun tetap kuliah 5 hari dalam seminggu, dan masih harus pulang sore di beberapa kesempatan, tapi entahlah semester 3 hanya ada 1 mata kuliah praktik di laboratorium, tidak ada mata kuliah dietetik dan kawan-kawannya, dapat IP tertinggi sepanjang perkuliahan, tidak ada latihan inaugur, tidak ada latihan English Performance Show. Di sinilah titik balik saya selama perkuliahan, teman-teman di kelas juga mulai berbaur, mulai terbuka, saya sudah mulai bisa menerima keadaan. Saya juga mulai memacu otak untuk berpikir positif. Lewat kuliah ini, saya tetap bisa menjadi seorang graphic designer dengan membuat berbagai media (poster, leaflet, pamflet,dll) untuk promosi kesehatan melalui mata kuliah Penyuluhan dan Konseling Gizi, saya bahkan tetap bisa jadi seorang arsitek sekaligus interior designer dengan membuat layout dan alur unit produksi makanan melalui mata kuliah Managemen Sistem Penyelenggaraan Makanan. Banyak hal yang membuat saya akhirnya sedikit demi sedikit menerima gizi sebagai bagian dari hidup saya. Dan tepat setelah semester 3 berakhir, semester 4 datang dengan segudang tugas yang mengharuskan pulang larut (LAGI) karena jam kuliah full hingga jam 4 / 5 sehingga hanya tersedia waktu mengerjakan tugas setelahnya hingga larut. Saya mulai terbiasa dengan keadaan ini. Saya mulai menganggap kampus adalah rumah kedua saya. Saya tidak banyak berpikir saat harus tinggal hingga larut di kampus. Saya hanya harus menjalaninya, menyelesaikannya. Sungguh suatu proses yang tidak akan pernah saya lupa.

Saya baru menemukan sebuah tujuan hidup setelah saya berada di jurusan ini, yaitu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Klise memang, setiap orang yang berbuat baik pasti akan bermanfaat. Entahlah tapi ini berbeda, seperti ada yang menggetarkan hati saya ketika melihat anak-anak kelaparan dan sangat kurus di Timur sana. Seakan-akan mereka melambai-lambai meminta tolong pada saya. Bahkan setiap orang yang hidup butuh makanan, selama itu pula ahli gizi dibutuhkan. Maka tidak salah Tuhan menempatkan saya di sini, karena sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat, dan salah satu amalan yang tidak terputus saat kita telah tiada adalah ilmu yang bermanfaat.

Kini, saya telah tiba di penghujung. Proses hingga ujian proposal telah saya lalui, segala jenis PKL telah saya tunaikan, hingga penelitian dan pengolahan data yang saya lakukan hanya dengan kurang dari satu bulan telah saya selesaikan, sidang akhir Karya Tulis Ilmiah telah saya taklukkan. Tiga tahun saya sudah berjuang, mengorbankan banyak hal, melalui proses tempaan soft and hard skill hingga menjadi pribadi yang lebih dewasa, lebih matang. Saya betul-betul merasakan bahwa kuliah bukan hanya demi gelar, bukan hanya demi nilai, tapi ini tentang menemukan cara berpikir, pendewasaan diri, dan proses belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik.


One step closer to graduation means one step closer to the real Nur Fikrianti, A.Md.Gz. It also means one step closer to Nur Fikrianti, S.Gz. Bismillah semoga Allah meridhai dan ilmu saya bermanfaat bagi semua orang.




No comments:

Post a Comment

what do you think?