Tuesday, September 28, 2010

White Roses for White Love

Dunia penuh dengan bintang-bintang yang gemerlap, cantik, dan indah. Begitulah kata-kata yang mewakilkan perasaan seorang Tara saat ia jatuh cinta. Dunia penuh senyuman, bayangannya pada hal-hal buruk seketika berubah menjadi imajinasi indah yang bahkan tak pernah ia lihat sebelumnya. Ini bukan kali pertama Tara merasakan anugerah indah yang bernama 'cinta'. Bukan juga kali pertama ia mempunyai hubungan spesial sebagai sepasang kekasih. Seperti gadis remaja normal lainnya, Tara juga pernah merasakan hal-hal duniawi semacam itu, namun kali ini berbeda. Ia seperti menemukan rangkaian mozaik yang telah lama ia cari. Nathan, seorang lelaki remaja yang hanya berusia dua tahun lebih tua dari Tara adalah sosok yang membuat Tara merasakan sebuah 'cinta' yang berbeda.

Nathan tak lain adalah kakak kelas Tara saat ia mulai menginjak usia Sekolah Menengah Atas. Mereka kebetulan satu ekskul. Awalnya semua berjalan normal hingga ia bertemu pemuda koleris itu. Mereka kenal, berbincang-bincang mengenai ekskul mereka. Nathan juga sempat menanyakan perihal kedekatan Tara dengan siswa seangkatan Nathan. Ponsel Tara mulai sering berkedip dan bergetar semenjak itu. Lama-kelamaan hubungan Tara dan Nathan semakin dekat. Keduanya pernah mengungkapkan keinginannya memiliki sosok adik bagi Nathan dan seorang kakak bagi Tara. Mereka sama-sama menginginkan sosok yang mungkin tak pernah hadir itu. Semenjak itu, entah bagaimana, Tara sudah menganggap Nathan seperti kakak kandungnya sendiri, tempat ia berbagi suka dan duka, tempat ia begitu saja meluapkan  tangisannya. Begitu juga Nathan yang terlihat begitu menyayangi Tara sebagai adiknya. Tara heran mengapa ia begitu cepat nyaman dengan seseorang yang baru ia kenal. Hingga sampai pada suatu ketika, Tara mengetahui sebuah fakta yang tak pernah ia ketahui bahkan tak pernah mereka bahas. Nathan ternyata mempunyai pacar, Dela, seangkatan dengan Nathan. Hubungan mereka bahkan hampir berjalan satu tahun. Mengetahuinya, Tara hanya terkaget akan semua ketertutupan kakaknya itu. Ia kira ia sudah hampir mengenal semua bagian dari hidup Nathan. Ternyata tidak, bahkan pacarnya sekalipun ia tak tahu. Untunglah saat itu ia hanya menganggap Nathan sebagai seorang kakak, kakak yang begitu menyayanginya selayaknya adik. Saat itu di hati Tara masih ada sesosok lelaki yang sejak SMP dikenalnya. Tapi Tara sudah terlanjur kecewa, lebih tepatnya mulai membenci meskipun sebetulnya masih ada rasa di dalam hatinya. Hanya saja ia begitu takut. Ia sudah terlanjur dekat dan begitu nyaman mempunyai kakak seperti Nathan. Mengapa Nathan tak pernah mengatakannya? Tara juga takut kedekatannya dengan Nathan akan memunculkan perang dingin dengan Dela. Tara tak pernah cemburu saat itu, hanya takut. Itu saja. Tara bahkan pernah dicap 'parasit' oleh salah seorang teman satu angkatan Nathan. Kalau boleh jujur, Tara tak ingin ia ada di posisi itu. Tidak. Sama sekali tidak. Tara tak ingin terjebak dalam kerumitan itu. Mengapa Nathan tak katakan dari dulu? Kalau saja ia katakan, mungkin semua takkan berlanjut seperti itu.

Hubungan Tara dan Nathan mulai merenggang, Tara mulai kehilangan sosok kakak itu. Nathan sedang ada masalah dengan Dela. Tara sering berpikir semua karena dia. Ia lebih banyak menyalahkan dirinya sendiri atas semua itu, tapi Nathan selalu menyanggahnya. Entah apa yang harus ia lakukan, ia pun tak tahu. Ia hanya berusaha meminta maaf kepada Dela, tapi ia selalu katakan tidak apa-apa. Meski begitu ia tahu jelas, mereka bagaikan musuh dalam selimut. Ia tahu Dela sebetulnya membencinya. Nathan kerap kali membela Tara di depannya. Selang beberapa bulan, mereka putus. Itu hal yang paling mengejutkan Tara selama satu semester di sekolah itu. Bagaimana tidak, semua tak pernah diduganya dan ia tahu akan ada babak baru yang amat pelik setelahnya. Ia sadar itu artinya, Dela akan membencinya terang-terangan. Ternyata semua dugaannya benar. Mereka tak pernah lagi berbincang, Tara tak pernah disapa Dela lagi padahal saat itu Dela menyapa temannya yang persis ada di sebelah Tara. Semuanya semakin menjadi, mimpi buruk yang tak pernah diinginkan oleh semua orang. Ia tak menyangka kehidupan SMA-nya akan begini. Nathan kembali dekat dengan Tara, ia kerap kali bercerita mengenai Dela. Mengenai pertengkarannya dengan Dela yang masih saja  terjadi. Nathan kecewa saat Dela tak ada lagi di hari ulang tahunnya yang ke-17. Tara ingin pergi dari hidup Nathan, tetapi Nathan selalu meminta Tara untuk balas budi dengan tidak pergi dari hidupnya, meskipun kata balas budi hanyalah gurauan.

Di ulang tahun ke-17 Nathan, Tara yang hadir menemaninya. Semua orang sudah mulai menyalah artikannya. Tara masih menyayanginya hanya sebagai kakak. Tara tahu tak ada lagi yang percaya bahwa ia tak ada perasaan lebih kepada Nathan. Semua menuduh Tara yang menjadi orang ketiga, Tara yang dari dulu sudah memiliki rasa lain pada Nathan. Bagaimanapun Tara bahkan masih merasakan sakit dan perih mengenai lelaki masa lalu itu. Tara hanya bisa diam, Tara takut ia akan benar-benar merasakannya jika ia banyak mengelak.

Semakin jauh hubungan adik-kakak itu, mulai terasa ada sesuatu yang berbeda. Nathan yang mulai membuat lampu latar ponsel Tara menari-nari, Nathan yang mengisi kotak masuk di ponsel Tara. Tak ada pagi tanpa ucapan selamat pagi darinya, begitupun malam, juga selalu ada senyuman yang mengiri Tara ketika membaca pesan dari Nathan. Semenjak ulang tahun Nathan yang dirayakan dua kali. Pertama, khusus untuk Tara si adik tersayang. Kedua, bersama teman-teman mereka yang juga berulang tahun di bulan yang sama. Nathan mengenalkan Tara tempat yang begitu baru dan asing buatnya. Malam itu Tara terhuyung lemah, kepalanya sakit seperti ditusuk. Saat itu ia hanya ingin pulang. Tara ditawarkan untuk pulang bersama seorang kakak kelas yang tidak begitu dikenalnya. Tapi Nathan seketika itu menarik tangan Tara, ia hanya terheran dalam wajah pucatnya. Nathan mengantarnya pulang. Malam itu sungguh, kalau saja Tara tak sedang lemah dan sakit kepala, mungkin ia akan tersenyum sepanjang jalan, menikmati indahnya kota Jakarta di malam hari yang jarang sekali ia lihat.

Suatu ketika Tara pergi ke sebuah tempat rekreasi, saat itu Tara tak bersama Nathan, hanya bersama teman-temannya. Melihat temannya asyik dengan pacarnya, entah mengapa Tara terpikir mengenai Nathan. Mengapa ia begitu merindukan sosok  Nathan saat itu? Mengapa ia ingin Nathan ada di sampingnya saat itu? Mengapa hanya satu jam saja Nathan tak mengirim pesan atau membalas pesan rasanya ada sesuatu yang hilang dalam harinya? Dan yang paling aneh, mengapa harus NATHAN?? Saat itu bahkan ia berani bertanya pada temannya, "Kalo gue jadian sama kak Nathan gimana, ya?". Satu hal yang tak pernah terpikir akan terlontar dari mulutnya. Mungkin ia akan dibilang munafik, sebelumnya ia bilang tidak ada perasaan, tapi tiba-tiba bertanya seperti itu. Mungkin saja. Tapi percayalah, Tara baru merasakannya hari itu. Atau mungkin ia baru menyadarinya?

Hubungan Tara dan Nathan semakin dekat. Berita yang beredar hanya di kalangan teman-teman Tara yaitu mereka telah resmi jadian. Padahal tidak. Entah sudah berapa orang temannya yang berkata seperti itu. Nathan pernah berkata kepadanya melalui SMS, yang intinya menanyakan bagaimana kalau Nathan mau mereka jadian. Tapi sialnya, itu hanya gurauan Nathan belaka. Untung saja saat itu Tara tak terjebak akal-akalan Nathan. Beberapa hari setelahnya, Nathan menemani Tara membeli sebuah kado untuk temannya. Lagi-lagi hal yang sama sekali tak pernah Tara duga terjadi, Nathan menyatakan perasaannya sekaligus menanyakan mengenai isi SMS sewaktu dia bergurau. Tara yang masih kaget saat itu hanya bisa mondar-mandir salah tingkah setelah mendengar kalimat itu. Namun Tara tak langsung menjawabnya. Selama dua hari Nathan menunggu jawaban yang tak kunjung terucap dari Tara. Akhirnya Tara memutuskan untuk mencoba menjalani hubungan itu.

Semua perjalanan mereka mengalir begitu saja bagai air. Meski tak dipungkiri, begitu banyak aral yang melintang. Mereka terus membangun benteng pertahanan bersama-sama. Saat teman-teman Tara sudah banyak yang mulai mengakhiri hubungannya, bahkan telah resmi berhubungan lagi, Tara masih saja bersama Nathan. Entahlah Tara begitu nyaman ada di sisi Nathan, meskipun ia terlalu kekanakan sehingga membuat pertengkaran sering muncul. Begitu banyak tempat-tempat yang dikenalkan Nathan pada Tara. Hampir setiap pulang sekolah ia diantar Nathan. Biasanya mereka makan siang bersama sepulang sekolah di sebuah restoran dekat sekolah atau jalan-jalan ke toko buku. Ada pula retoran favorit mereka, yang sangat sering mereka kunjungi bersama teman-teman Tara dan Nathan. Teman-teman Tara sudah seperti teman bagi Nathan pula. Mereka dekat karena sering makan dan jalan bersama-sama. Begitu pula teman-teman Nathan. Tara ingat tempat paling romantis yang pernah ia datangi, mungkin sedikit terdengar aneh, Rumah Sakit. Bukan karena Nathan atau Tara yang jatuh sakit, bukan juga karena makan malam spesial di atap flat rumah sakit di bawah taburan bintang dan semilir angin malam. Tapi karena hari itu Nathan mengejutkannya dengan sebuah rangkaian mawar putih. Nathan memang sempat aneh tak ingin masuk begitu saja ke kamar rumah sakit salah seorang teman Tara. Padahal hanya ada teman-teman yang biasa menemaninya makan dan jalan-jalan. Ketika Tara membuka pintu kamar rumah sakit itu, Nathan muncul dengan senyum khasnya -yang selalu membuat Tara ingin tertawa saat melihatnya- dengan sebuket bunga mawar putih. Tara tak menyangka, itu pertama kalinya ada seorang laki-laki memberikannya sebuah rangkaian bunga khusus untuk dirinya. Senyum di bibir Tara seketika merekah. Nathan tahu Tara akan senang sekali. Hari itu mungkin jadi hari yang terindah, membuat Tara menomorduakan hari di mana Nathan menyatakan perasaannya. Diantara nama panggilan untuk Tara, salah satunya adalah 'white rose'

Mereka sempat menghabiskan hari libur di Dufan bersama Nathan dan teman-teman mereka. Itu adalah hari terindah urutan kedua bagi Tara, lagi-lagi hari di mana Nathan menyatakan perasaannya diturunkan pada posisi ketiga hari terbaiknya. Entahlah kata apa yang dapat mewakilkan perasaan Tara hari itu. Lebih dari senang, gembira ataupun bahagia. Tara tak lelah tersenyum hari itu. Ia menghabiskan waktunya seharian penuh bersama Nathan. Merasakan jantungnya seperti tertinggal saat naik Kora-Kora, merasakan dinginnya arung jeram di waktu petang, menonton kembang api bersama. Indahnya hari itu...Kalau saja Tara dapat menghentikan waktu, biar mereka terus bersenang-senang di hari itu. Kalau saja memori itu dapat terulang. Hanya beberapa minggu setelahnya, mereka mengakhiri hubungan mereka. Terlalu banyak alasan yang membuat hubungan mereka tidak sehat lagi. Nathan lebih banyak gagal dalam meraih perguruan tinggi negeri yang ia inginkan. Keegoisan masing-masing dari mereka tambah mempersulit semuanya. Tara pun sadar ia menyakiti dirinya sendiri dengan menyakiti Nathan, ia teringat sebuah kalimat "Orang yang menyakitimu adalah orang yang kau cintai dan mencintaimu."

Tara sudah belajar banyak, ia belajar bagaimana menghargai kebaikan orang lain, ia belajar menahan keegoisannya, ia belajar menghargai sebuah hubungan dan juga belajar menghargai kenangan yang telah ia lalui. Tara belajar banyak hal. Nathan mengajarkannya banyak sekali pelajaran hidup. Sosoknya bukan hanya sekedar pacar bagi Tara, tapi juga kakak bahkan sahabat. Tara sadar, semua yang dilakukan Nathan demi kebaikannya. Keduanya harus sama-sama belajar. Tara harus belajar mengendalikan keegoisannya, Nathan pun harus lebih banyak belajar untuk sabar. Mereka sepakat untuk mengakhiri segalanya dalam enam bulan yang telah mereka lalui. Meskipun begitu singkat, terlalu padat dan banyak sekali kenangan yang mengisi hari-hari itu. Tara merindukan pemuda koleris, keras yang secara tak langsung mendidiknya itu. Tara merindukan tawa lepas, senyum ceria bahkan tangisannya karena Nathan. Tara sangat merindukan itu. Tara merindukan senandung yang dinyanyikan Nathan bersama gitar kesayangannya. Tara merindukan perhatian Nathan yang begitu besar padanya. Tara merindukan motor kenangan yang selalu ia duduki sepulang sekolah. Tara merindukan semua. Segalanya. Termasuk cara Nathan -yang sulit diterima Tara- yang akhirnya membuat Tara kesal. Bagi Tara, terlalu banyak senyum dan tawa sehingga ia harus menangis pada akhirnya. Percayalah, Tara hanya menginginkan perhatian Nathan saat Nathan merasa emosinya dipancing. Entah apa yang sebetulnya diinginkan Tara. Tara dan Nathan telah melakukan hal yang fatal dan tak punya keberanian untuk mengembalikan keadaan, membuat semuanya pulih seperti dahulu. Mereka harus berpisah meski tak ada satupun orang di dunia ini yang menginginkan perpisahan. Terkadang manusia tak berdaya menghadapi suatu keadaan dan kalah begitu saja.

Kisah ini lebih dari cinta pertama. Mungkin cinta terlalu rumit, sehingga tak satupun kata yang dapat menggambarkannya.... atau justru terlalu sederhana?

Ketulusanmu akan terbayar kelak, Tara.. Meski suatu saat bukan dia, akan ada seseorang yang membayar ketulusanmu dengan kasih sayang tulusnya pula, yang membuat Nathan akan menyesal suatu saat jika dia akan atau telah menyia-nyiakanmu. Percayalah....


P.S.
Nathan bilang, "Ini bukan akhir, tapi ini merupakan awal dari segalanya."
Tahukah kau? aku memang menangis lebih banyak saat kita bersama, tapi jujur, hatiku sakit jauh lebih dalam saat aku kehilangan sosokmu....
"I miss the way you did to me..."


Tara-your ex white rose

2 comments:

what do you think?