Di bawah ini adalah tulisan saya yang ditulis dua tahun yang lalu. Isinya sih mengenai kesedihan karena sebuah kehilangan hehe. Entahlah, saya juga lupa rasanya kayak apa :p
Rindu...
Rindu...
Satu kata yang berhak menggambarkan rasa ini...
Hari ini, entah mengapa untuk yang kesekian kalinya...
Langkah kaki ini membawaku menelusuri lagi tempat yang biasa-tapi memiliki banyak arti-itu. Di dalam angkutan umum seorang wanita paruh baya mengenakan jilbab namun dengan asyiknya merokok. Ia membagi kepulan asap rokok itu kepada seisi penumpang. Agak risih memang. Tetapi kupikir, aku malas untuk turun lagi dan kembali menunggu, sendiri. Ya, sendiri. Satu kata lagi yang tepat menggambarkan keadaan ku sekarang. Semua telah berubah, aku sudah tidak punya kawan untuk pulang ke rumah, menunggu angkutan umum. Meski berbeda, setidaknya aku punya teman untuk bercengkerama. Tapi tidak dengan akhir-akhir ini. Hidupku sedikit berubah dan berbeda. Ya, sedikit. Atau mungkin banyak? Entahlah. Aku juga tak tahu alasan mengapa aku menumpangi sebuah angkutan umum yang berbeda dari yang biasa mengantarkanku menuju rumah. Apa kali ini masih sama? Sama seperti tempo hari saat langkahku tergerak menuju tempat itu lagi?
Sepi. Kesepian. Mungkin rasa itu yang begitu kuat menarikku menuju tempat itu, lagi. Aku tak begitu suka ke tempat itu sendiri. Aku datang seorang diri, melangkah dengan langkah gontai. Cukup lelah, hari ini berpuasa tanpa sahur. Aku tahu, orang tuaku takkan mengizinkan aku berpuasa tanpa sahur, tapi apa boleh buat. Aku sudah terlanjur menguatkan azzam.
Suasananya masih sama. Namun, berbeda. Entahlah, aku sulit menemukan kata yang tepat. Suasana yang sama namun dengan keadaan yang berbeda. Buku-buku itu masih merekat pada rak-rak yang tak pernah bosan dikunjungi orang banyak. Dan lagi-lagi kakiku kembali melesat pada satu rak yang tak pernah kulupa. Sesuatu pernah terjadi di sana. Aku memandangi buku-buku yang tertata rapi di hadapanku. Diantaranya masih banyak buku yang persis kulihat saat enam bulan silam. Aku terdiam, bukan sesaat tapi untuk waktu yang lama. Hanya memandangi buku-buku itu tanpa menyentuhnya.
Rindu...
Bukan kata, melainkan rasa....
memuncak dan meletup-letup..
Hening yang kubuat pada diriku sendiri membuat suasana diriku membeku sesaat. Rindu itu begitu terasa menusuk dan menyesakkan saat aku berdiri di situ, di tempat itu. Aku sesekali menoleh pada sisi kiri tubuhku, tapi bayangan itu terpecah membaur bersama suasana. Suasana yang tanpa sadar kubuat sendiri. Karena kulihat orang-orang di sekelilingku nyaman-nyaman saja dengan suasana ini. Dingin dan kaku. Hatiku sesaat membeku tanpa ada yang mampu mencairkannya.
Aku kembali menoleh, berharap aku masih bisa melihat bayang itu. Aku sesekali menangkap sosoknya yang setengah berjongkok. Menengadahkan kepala entah menatap aku atau bukan. Aku tak melihat jelas karena aku hanya bisa meliriknya. Mengucapkan beberapa kalimat yang membuatku merasa kehilangan suara-suara lain di ruangan itu. Enam bulan lalu saat keadaan belum berubah, aku masih dapat mengumpat senyum. Namun, kini yang aku umpat hanyalah sebuah bulir bening yang lagi-lagi menitik di ujung mataku.
Aku sama sekali tidak menginginkan ini. Tak ada seorang pun yang menginginkan sebuah perpisahan. Aku benci saat menemukan diriku tak berdaya, diriku yang rapuh. Aku benci melihat diriku begini. Aku ingin keluar dari lingkaran ini, namun Tuhan punya rencana-Nya sendiri yang akan indah pada waktunya.
Ya, inilah hidup. Terkadang kita memilih orang lain untuk bahagia dengan belajar dari kesalahan kita sendiri. Aku lebih memilih membagi pelajaran yang telah kudapat pada orang lain, mencegahnya merasakan hal yang sama seperti aku. Dalam setiap masalah hidup, kupikir, cukup aku yang begini. Tak boleh ada yang bernasib sama. Terkadang pula saat sadar kita sudah melakukan suatu kesalahan besar, dunia justru seakan tak adil, tak memberi sebuah kesempatan untuk memperbaikinya. Hingga yang tersisa hanya penyesalan.
Aku takkan pernah bangkit tanpa terjatuh..
Aku takkan pernah mengerti tanpa mengenal..
Aku tak pernah ingin menyesali setiap detik yang telah kulalui juga setiap goresan pena dalam kisah hidupku...
Ketika rindu mengikat erat tubuhku, menekan dan menghimpit jantungku, takkan ada pilihan terbaik selain membiarkannya mengalir. Aku memilih untuk membiarkan dua sungai mengalir di pipiku, karena tidak bisa menangis adalah hal yang lebih menyakitkan dibanding pedihnya tangisan itu sendiri. Karena menangis adalah anugerah. Ketika kau rasa cukup, hapuslah dan rajutlah kembali setiap helaian benang dalam kisahmu.
♡✿♡
No comments:
Post a Comment
what do you think?