Waktu adalah suatu hal yang tidak dapat kau beli. Aku berterima kasih pada waktu, pada Tuhan yang memberiku waktu untuk mengenalmu, untuk bersamamu, bahkan untuk menyayangimu. Namun, ketika waktu jua yang memisahkan aku denganmu, masihkah aku harus berterima kasih padanya?
Hari itu aku merasa dunia tengah berpihak padaku. Entahlah, bahkan mungkin beserta isinya. Aku sepenuhnya paham bahwa aku belum benar-benar bisa melupakanmu. Aku mungkin bisa melupakan rasa sakit bahkan rasa suka sekalipun. Aku hanya belum melupakanmu. Aku tidak ingin memaksa memoriku untuk menghapusmu dari ingatanku lebih tepatnya. Aku tidak tahu itu duka atau bahagia. Wanita itu meninggalkanmu dan aku percaya. Tuhan, rasanya aku nyaris berpikir itulah saat yang Engkau namakan "indah pada waktunya".
Selang beberapa minggu, aku sungguh tidak dapat mengartikan diriku sendiri. Inikah yang disebut dualisme perasaan? Aku tidak tahu istilah itu tepat atau tidak. Yang aku tahu, aku menyukai orang lain. Rasa yang pada awalnya kuanggap tak pernah ada. Perkataan yang kuanggap hanya candaan. Aku benar-benar menyukai orang itu. Rasa yang akhirnya menyadarkanku bahwa rasa yang ada padamu benar-benar telah mati. Hambar. Maafkan aku, Nathan.
Tentu aku masih ingat ketika rasanya seperti jantungku berhenti berdegup tiba-tiba atau mungkin aku yang tidak dapat mendengarnya dengan baik. Rasa yang meletup-letup. Aku masih ingat jelas. Namun aku tak lagi dapat merasakannya. Kau benar. Waktu memang tidak dapat kau beli. Sungguh, Nathan, aku ingin sekali tetap bersama. Maksudku, aku ingin bersama seperti dulu. Aku ingin seperti dulu, saat semuanya belum hambar. Kenyataannya, waktu tidak dapat kembali.
Nathan, Demi Tuhan aku tidak pernah bermaksud membalas sakit hatiku yang dulu. Hanya saja aku tidak sanggup hidup dalam kepura-puraan. Kau sudah sangat paham, bukan? Aku rasa kau masih mengingat jelas perkataanku itu ketika akan mengungkap semuanya. Aku hanya tidak ingin menyakitimu lebih dari rasa sakit yang pernah kualami.
Malam itu, aku masih terjaga hingga tengah malam. Aku masih dalam lamunanku ketika getar ponsel menyadarkanku. Nomor yang tidak kuberi nama itu menghiasi layar ponselku yang terus berkelap-kelip. Aku sudah sangat hapal nomor itu, bahkan sampai sekarang aku masih mengingatnya dengan jelas. Yang pertama kudengar adalah nyanyian "Happy Birthday" yang kau lantunkan seadanya. Sempat kudengar suara kendaraan, aku bisa pastikan kau berada di luar kamar kostmu. Seperti biasa, feelingku benar. Malam itu kau sengaja tidak mengabariku, sejujurnya aku memang khawatir. Kau pasti sudah terbiasa dengan kepanikan yang aku alami tiap kali kau menghilang tiba-tiba. Ternyata malam itu kau mencari counter yang menjual pulsa kesana kemari lalu meneleponku malam itu. Aku akui, aku tersentuh. Kau ingat kan, malam itu kita berbicara panjang lebar. Lalu tiba-tiba kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku.
Maaf, Nathan. Maaf atas kesedihanmu. Maaf atas sayatan luka yang mungkin masih membekas hingga kini. Aku hanya akan menambah dalam luka itu jika malam itu aku tak mengatakannya. Aku hanya, tidak bisa lagi. Aku hanya menyesalkan kau yang terlambat menghampiriku. Nathan, jika saja kau datang ketika rasa itu masih tersisa, aku mungkin akan terus di sisimu hingga kini. Kenapa? Kenapa kau datang terlambat? Kenapa? Setelah buah yang jatuh itu telah membusuk dan menyatu dengan tanah. Menyalahkanmu pun takkan ada gunanya. Nathan, kalau boleh jujur, saat itu aku ingin terus bersamamu. Namun perasaan bersalah itu terus menghantuiku. Aku tidak bisa hidup dalam kepura-puraan, Nathan. Aku tidak sanggup.
Nathan, demi cinta yang pernah ada di antara kita, aku sungguh tidak sanggup berada dalam bayang-bayang kepalsuan.
Nathan, rasa itu mungkin telah hilang selamanya dan takkan kembali. Namun, aku tidak ingin menghapus memori itu. Aku ingin kita tetap begini. Pada keadaan stabil ketika semua benci, amarah, kasih sayang dan cinta telah benar-benar hilang. Aku bersama duniaku, begitupun dirimu. Mungkinkah ini yang orang sebut dengan cinta pertama? Entahlah. Kita akan tetap begini, berbicara dan bersenda gurau layaknya perpaduan rasa itu tidak pernah ada. Hanya kenangan yang kuiizinkan tetap mengiringi langkah kita.
Terima kasih, Nathan, untuk cinta, sakit, air mata, amarah dan kebahagiaan yang pernah ada.
Aku yang tak lagi punya cinta dan benci untukmu,
Tara
♡✿♡
No comments:
Post a Comment
what do you think?